Selasa 30 Jun 2020 04:45 WIB

BPBD Sragen Antisipasi Kekeringan

Dinas teknis diminta untuk bersinergi untuk menyiapkan daerah tangkapan air.

Rep: binti sholikah/ Red: Hiru Muhammad
Solopeduli mendistribusikan bantuan air bersih bagi warga terdampak kekeringan di Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.
Foto: dok. Solopeduli
Solopeduli mendistribusikan bantuan air bersih bagi warga terdampak kekeringan di Kecamatan Jenar, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah.

REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN--Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, mengantisipasi bencana kekeringan yang rutin melanda setiap tahun. Sejumlah langlah dilakukan untuk antisipasi kekeringan.

Sekretaris Daerah Sragen yang juga Ex Officio Kepala BPBD Sragen, Tatag Prabawanto, mengatakan, kekeringan sudah menjadi sesuatu yang rutin di Kabupaten Sragen. Namun sampai saat ini belum ada keluhan-keluhan yang sangat mendesak. Meski demikian, BPBD siap mengantisipasi bila terjadi kekeringan.

BPBD menyiapkan beberapa langkah antisipasi. Di antaranya, ekspansi PDAM yang sudah mulai dilakukan. Selain itu, pengendalian pembuatan sumur sibel, reboisasi, serta mulai mempersiapkan daerah-daerah tangkapan air. "Kalau hanya sekadar membangun embung tidak ada manfaatnya. Tetapi bagaimana kita bisa mulai mempersiapkan daerah-daerah menjadi salah satu daerah tangkapan air," jelasnya kepada wartawan, Senin (29/6).

Karenanya, dia meminta kepada dinas-dinas teknis untuk bersinergi untuk menyiapkan daerah tangkapan air. Dinas-dinas tersebut seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Dinas Pertanian, maupun Dinas Lingkungan Hidup.

Selain itu, solusi droping air bersih akan tetap dijalankan. Namun, tingkat keparahan kekeringan tidak bisa diprediksi. Sebab, kondisi alam sekarang sudah tidak bisa diduga. "Kalau itu nanti memang kemarau panjang ya kami siapkan, kemarau pendek ya kami siapkan," imbuhnya.

Terkait pemetaan wilayah kekeringan hampir sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Pada 2019, kekeringan terjadi di 210 dukuh di 36 desa di tujuh kecamatan. Jumlahnya meluas dibandingkan 2018, dimana kekeringan terjadi di 136 dukuh di 36 desa di tujuh kecamatan.

"Daerah-daerah baru itu kan akibat merebaknya sumur-sumur sibel yang mereka mengeksploitasi air sudah melebihi ketentuan, dan mereka ini yang harus mulai disadarkan, air permukaan pasti akan habis. Efek ke depannya efek lingkungan hidup harus menjadi salah satu bahan kajian dan pemahaman kepada pemilik sumur sibel," paparnya.

Menurutnya, permasalahannya sumur sibel dilakukan oleh orang per orang, dan penanganannya merupakan kewenangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah. Sehingga, untuk menertibkan dibutuhkan sinergi antara Pemerintah Kabupaten dengan Pemerintah Provinsi.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement