Senin 29 Jun 2020 17:04 WIB

Lambatnya Pencairan Anggaran Covid-19 dan Jawaban Kemenkes

Jokowi marah belanja anggaran penanganan Covid-19 di bidang kesehatan lambat.

Petugas medis berpose usai melaksanakan tes swab COVID-19 di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran berupa dana siap pakai untuk insentif bagi tenaga kesehatan sebesar Rp5,2 triliun dalam rangka penanganan pandemi virus corona. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Yulius Satria Wijaya
Petugas medis berpose usai melaksanakan tes swab COVID-19 di Stasiun Bojong Gede, Bogor, Jawa Barat, Senin (11/5/2020). Kementerian Kesehatan mengalokasikan anggaran berupa dana siap pakai untuk insentif bagi tenaga kesehatan sebesar Rp5,2 triliun dalam rangka penanganan pandemi virus corona. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Rr Laeny Sulistyawati, Antara

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti kinerja menteri-menteri di kabinetnya yang ia nilai tak bisa bekerja cepat dalam penanganan Covid-19. Dalam sebuah video rapat kabinet yang diunggah oleh Sekretariat Presiden, pada Ahad (28/6), Jokowi menganggap, kinerja para pembantunya di Kabinet Indonesia Maju tersebut tidak menunjukkan progres signifikan.

Baca Juga

Nihilnya progres signifikan dari kinerja para menteri ini terlihat dari lambatnya belanja anggaran penanganan Covid-19. Jokowi pun memberi contoh, anggaran penanganan Covid-19 sektor kesehatan sudah disiapkan Rp 75 triliun. Dari angka tersebut, baru 1,53 persen yang sudah diserap.

"Saya lihat belanja masih biasa-biasa saja.  Segera keluarkan belanja itu secepat-cepatnya. Karena uang beredar akan semakin banyak, konsumsi masyarakat nanti akan naik. Saya beri contoh, bidang kesehatan itu dianggarkan Rp 75 triliun. Rp 75 triliun baru keluar 1,53 persen coba," ujar Presiden Jokowi.

Pada Senin (29/6), dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jokowi kembali meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) agar segera mencairkan pembayaran layanan kesehatan yang berkaitan dengan Covid-19.

“Saya minta agar pembayaran disbursement untuk layanan kesehatan yang berkaitan dengan Covid ini dipercepat pencairannya,” kata Jokowi.

Jokowi mengatakan, aturan yang justru memperlambat proses pencairan agar segera dipangkas. Begitu juga terkait pembayaran klaim dari rumah sakit serta pembayaran insentif kepada tenaga medis yang harus dicairkan secepatnya. Sebab, kata dia, dana pembayaran layanan kesehatan terkait Covid tersebut sudah dianggarkan.

“Kalau aturan di permennya terlalu berbelit-belit ya disederhanakan. Pembayaran klaim rumah sakit secepatnya, insentif tenaga medis secepatnya, insentif untuk petugas lab secepatnya. Kita nunggu apalagi? Anggarannya sudah ada,” ungkapnya.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengakui ada sejumlah masalah dalam penyerapan anggaran di Kemenkes padahal dana tersebut dibutuhkan untuk mengatasi pandemi Covid-19.

"Ada beberapa kementerian yang disinggung, pertama Kemenkes dengan anggaran cukup besar, tapi serapan anggaran 1,53 persen. Setelah kita dalami ada beberapa persoalan, pertama, masalah koordinasi antara pemerintah daerah, BPJS, Kemenkes, itu juga sedang dibenahi," kata Moeldoko, Senin.

Masalah selanjutnya adalah pada proses verifikasi data tenaga kesehatan. Verifikasi data tenaga kesehatan, menurut Moeldoko, juga perlu ada koordinasi. Intinya, menurut Moeldoko, dalam situasi pandemi Covid-19, perlu ada langkah-langkah baru yang dilakukan Kemenkes.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan penyerapan anggaran untuk bidang kesehatan dalam rangka pemulihan akibat pandemi Covid-19 baru mencapai 4,68 persen dari total alokasi sebesar Rp87,55 triliun. Angka itu meningkat dibandingkan saat Sri Mulyani menyampaikan perkembangan APBN pada Selasa (16/6).

“Hari ini kami bisa memberikan update mengenai proses pemulihan ekonomi nasional untuk kesehatan telah mencapai 4,68 persen,” katanya dalam RDP bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

Sebagai informasi, total anggaran penanganan Covid-19 mencapai Rp695,2 triliun terdiri dari kesehatan Rp87,55 triliun, perlindungan sosial Rp203,9 triliun, insentif usaha Rp120,61 triliun, UMKM Rp123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp53,57 triliun, serta sektoral K/L dan Pemda Rp106,11 triliun.

Jawaban Kemenkes

Kemenkes angkat bicara mengenai penyebab terlambatnya pencairan dana insentif untuk para tenaga kesehatan (nakes), termasuk perawat. Keterlambatan itu merupakan efek dari terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah.

"Keterlambatan pencairan dana dikarenakan terlambatnya usulan pembayaran tunjangan tenaga kesehatan dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah. Hal itu terjadi karena usulan tersebut harus diverifikasi di internal fasilitas pelayanan kesehatan kemudian dikirim ke Kementerian Kesehatan," ujar Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kemenkes Abdul Kadir saat dihubungi Republika, Senin (29/6).

Kadir mengakui, alur pencairan anggaran terlalu panjang sehingga membutuhkan waktu untuk proses transfer ke daerah. Selain itu, Kadir menyebutkan keterlambatan pembayaran juga disebabkan antara lain karena lambatnya persetujuan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Karena itu, untuk memudahkan proses pembayaran, dia menyebutkan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, telah merevisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 278 Tahun 2020, sehingga verifikasi data dari fasilitas layanan kesehatan dan dinas kesehatan daerah yang sebelumnya menjadi wewenang Kemenkes dilimpahkan ke Dinas Kesehatan di tingkat Kabupaten/ Kota dan Provinsi.

"Kementerian kesehatan hanya akan melakukan vetifikasi untuk usulan pembayaran insentif tenaga kesehatan dari rumah sakit (RS) Vertikal, RS TNI dan POLRI, RS Darurat dan RS swasta. Kemenkes juga akan memvetifikasi usulan dari KKP, laboratorium dan Balai Teknik Kesehatan Lingkungan dan Pengendalian Penyakit (BTKLPP)," katanya.

Abdul Kadir menjelaskan, dari dana Rp 1,9 triliun yang dikelola Kemenkes, sampai saat ini telah dibayarkan sebesar Rp 226 miliar untuk 25.311 orang tenaga medis. Pembayaran tersebut, dia menambahkan, sudah hampir 30 persen dari target 78.472 orang tenaga kesehatan.

Sementara itu, ia mengungkap dana santunan kematian telah dibayarkan sebesar Rp 14, 1 miliar kepada 47 orang penerima. Hingga saat ini, Kadir menyebutkan pemerintah menganggarkan dana insentif bagi tenaga medis sebesar Rp 5,6 triliun.

Dari jumlah itu, ia menyebutkan dana sebesar Rp3,7 triliun dikelola oleh Kementerian Keuangan sebagai dana transfer daerah dalam bentuk dana tambahan bantuan operasional kesehatan (BOK). Sementara sisanya Rp 1,9 triliun dikelola oleh Kementerian Kesehatan, di mana di dalamnya termasuk dana santunan kematian tenaga kesehatan sebanyak Rp 60 miliar.

photo
Postur APBN 2020 untuk Pandemi Covid-19 - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement