Senin 29 Jun 2020 15:53 WIB

Starbucks Ikut Stop Pasang Iklan di Media Sosial

Jeda iklan di media sosial Starbucks tidak mencakup YouTube,

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
(Foto: ilustrasi minuman Starbucks)
Foto: Pixabay
(Foto: ilustrasi minuman Starbucks)

REPUBLIKA.CO.ID,  NEW YORK -- Starbucks telah mengumumkan akan menangguhkan iklan di beberapa platform media sosial. Ini dilakukan sebagai tanggapan terhadap ujaran kebencian.

Raksasa ritel kopi ini bergabung dengan merek global lainnya seperti Coca-Cola, Diageo dan Unilever yang baru saja menghapus iklan dari platform sosial.

Baca Juga

Juru bicara Starbucks mengatakan bahwa jeda media sosial ini tidak akan mencakup YouTube, yang dimiliki oleh Google.

"Kami percaya dalam menyatukan komunitas, baik secara langsung dan online. Kami akan melakukan diskusi internal dan dengan mitra media dan organisasi hak-hak sipil untuk menghentikan penyebaran ujaran kebencian," kata Starbucks dalam sebuah pernyataan, dilansir di BBC, Senin (29/6).

Namun Starbucks akan terus memposting di media sosial tanpa promosi berbayar. Pengumuman ini muncul setelah Coca-Cola menyerukan akuntabilitas yang lebih besar dari perusahaan media sosial. Coca Cola mengatakan akan menghentikan sementara periklanan di semua platform media sosial secara global.

Sementara Unilever, mengatakan akan menghentikan periklanan Twitter, Facebook, dan Instagram di AS setidaknya selama 2020.

Pengumuman mengikuti kontroversi atas pendekatan Facebook untuk memoderasi konten pada platform-nya, yang dilihat oleh banyak orang sebagai terlalu lepas. Hal ini terjadi setelah Facebook mengatakan pada hari Jumat (26/6) bahwa pihaknya akan mulai memberi label pada posting yang berpotensi berbahaya atau menyesatkan yang telah dibiarkan untuk nilai berita mereka.

Founder Facebook, Mark Zuckerberg mengatakan Facebook juga akan melarang iklan yang mengandung klaim bahwa orang-orang dari ras, etnis, asal kebangsaan, afiliasi agama, kasta, orientasi seksual, identitas gender atau status imigrasi adalah ancaman bagi orang lain.

Penyelenggara kampanye #StopHateforProfit, yang menuduh Facebook tidak melakukan cukup banyak untuk menghentikan pidato kebencian dan disinformasi, mengatakan bahwa sejumlah kecil perubahan kecil tidak akan membuat perbedaan dalam masalah.

Starbucks mengatakan bahwa sementara perusahaan menangguhkan iklan di beberapa platform sosial, Starbucks tidak akan bergabung dengan kampanye #StopHateForProfit. Lebih dari 150 perusahaan telah menghentikan iklan untuk mendukung #StopHateforProfit.

Coca-Cola juga mengatakan bahwa penangguhan iklannya tidak berarti bergabung dengan kampanye, meskipun terdaftar sebagai bisnis yang berpartisipasi.

Kampanye ini telah mendesak Zuckerberg untuk mengambil langkah lebih lanjut. Langkah yang diharapkan berupa membangun infrastruktur hak-hak sipil permanen dalam Facebook, mengajukan audit independen tentang kebencian dan kesalahan informasi berbasis identitas, menemukan dan menghapus grup publik dan pribadi yang mempublikasikan konten tersebut, dan membuat tim ahli untuk meninjau keluhan.

Salah satu penyelenggara kampanye mengatakan akan meminta perusahaan Eropa untuk bergabung dengan boikot.  "Perbatasan berikutnya adalah tekanan global," kata Jim Steyer, CEO Common Sense Media.

Dia menambahkan bahwa kampanye tersebut berharap regulator Eropa akan mengambil sikap lebih keras terhadap perusahaan media sosial seperti Facebook.

Pada bulan Juni, Komisi Eropa mengumumkan pedoman baru bagi perusahaan untuk mengirimkan laporan bulanan tentang bagaimana mereka menangani kesalahan informasi terkait virus corona. Tahun lalu, Facebook melaporkan peningkatan pendapatan iklan sebesar 27 persen pada tahun sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement