Senin 29 Jun 2020 12:52 WIB

Penampakan Matahari Terbenam Jika Dilihat dari Planet Lain

NASA membuat simulasi matahari terbenam jika dilihat dari planet lain.

Rep: Puti Almas/ Red: Dwi Murdaningsih
NASA membuat simulasi matahari terbenam jika dilihat dari planet lain.
Foto: nasa
NASA membuat simulasi matahari terbenam jika dilihat dari planet lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika berpikir untuk menjelajahi planet lain dan benda langit, banyak orang yang cenderung berfokus pada sejumlah pertanyaan besar, mulai dari bagaimana para astronot akan tinggal di sana. Selain itu, bagaimana strategi dan teknologi seperti apa yang dibutuhkan untuk berada di sana dalam jangka panjang.

Dilansir Universe Today, banyak orang yang pada akhirnya cenderung mengabaikan hal-hal sederhana dari misteri alam semesta tersebut, mulai dari bagaimana rasanya menatap langit dari planet lain; bagaimana Bumi, bintang-bintang, dan bulan muncul di orbit; hingga bagaimana rasanya menyaksikan matahari terbenam. Seluruhnya adalah hal-hal yang mungkin dianggap remeh oleh banyak orang, tetapi sebenarnya sangat menarik untuk diketahui.

Baca Juga

NASA diketahui memiliki alat untuk menyimulasikan bagaimana bentuk matahari terbenam dari benda lain di Tata Surya, selain Bumi. Simulasi dibuat oleh Geronimo Villanueva, seorang ilmuwan planet dari Goddard Space Flight Center NASA, yang mengembangkannya sambil bekerja pada alat pemodelan komputer untuk kemungkinan misi ke Uranus.

Ketika misi semacam itu terjadi, wahana tersebut akan turun ke atmosfer Uranus dan menggunakan alat ini untuk memperoleh spektrum dan menentukan komposisinya. Seperti yang dapat dilihat, simulasi Villaneuva membandingkan bagaimana matahari terbenam akan terlihat di berbagai dunia menggunakan Bumi sebagai "kelompok kontrol", baik pada malam yang cerah maupun ketika langit berkabut.

Matahari terbenam di Uranus muncul sebagai cahaya biru yang kaya di langit yang lambat laun menjadi biru saat matahari tenggelam ke cakrawala. Warna ini disebabkan oleh interaksi sinar matahari dengan atmosfer Uranus, yang kaya akan hidrogen, helium, dan metana.

Gas-gas itu menyerap panjang gelombang yang lebih panjang dari spektrum merah, oranye, dan kuning, serta foton dengan panjang gelombang yang lebih pendek, yaitu berwarna biru dan hijau, untuk tersebar dan bertabrakan dengan molekul lain di atmosfer.

Hal ini mirip dengan apa yang terjadi di atmosfer Bumi pada hari yang cerah, di mana cahaya berserakan saat berinteraksi. Ketika ini terjadi, foton biru dengan panjang gelombang lebih pendek tersebar, menyebabkan langit tampak biru.

Sementara itu, matahari terbenam di Venus atau disebut juga sebagai Matahari Cytherean muncul dengan warna kuning pudar, yang secara bertahap berubah menjadi cokelat tua saat matahari tenggelam ke cakrawala. Ini adalah hasil dari sinar matahari yang sulit menembus atmosfer Venus yang sangat padat dan beracun, yang sebagian besar terdiri atas karbon dioksida dengan jejak nitrogen dan gas lainnya.

Kemudian, ada Mars yang mengalami hal serupa, yaitu langit abu-abu pudar dan cahaya yang intens saat mencapai cakrawala. Jika melihat lebih dekat, Anda juga akan melihat bagaimana Matahari tampak biru sebelum tenggelam di bawah cakrawala. Ini adalah pemandangan yang biasa bagi para misi penjelajah, yang telah menyaksikan matahari terbenam biru di Mars lebih dari satu kali.

Terakhir, ada Titan, di mana atmosfer muncul berwarna oranye yang dalam dan terkadang pudar, persis seperti yang terlihat dari luar angkasa dan berubah menjadi cokelat tua saat matahari tenggelam ke arah cakrawala. Warna dan penampilan yang kabur ini disebabkan oleh atmosfer Titan yang tidak biasa, yang sebagian besar terdiri atas nitrogen, yang mencapai hingga 95 persen dan mengandung metana konsentrasi tinggi, serta molekul organik kaya karbon lainnya.

Untuk memvalidasi keakuratan alat ini, Villanueva menyimulasikan warna langit yang dikenal dari Uranus dan dunia lainnya. Animasi yang dibuat menampilkan pemandangan semua langit yang meniru seperti apa rasanya memandang dari permukaan tubuh lain menggunakan lensa super lebar.

Halo cahaya yang muncul dalam beberapa kasus diproduksi oleh cara cahaya tersebar oleh partikel, termasuk debu atau kabut, yang tergantung dari atmosfer tertentu. Simulasi ini sekarang merupakan bagian dari Planetary Spectrum Generator, alat daring populer yang dikembangkan oleh Villaneuva dan rekan-rekannya di NASA Goddard.

Generator ini memungkinkan para ilmuwan untuk meniru bagaimana cahaya tersebar melalui atmosfer planet, bulan, komet, dan bahkan planet luar tata surya (exoplanet). Namun, bagi kita semua, ini berfungsi untuk menggambarkan seperti apa kelihatannya ketika memandang ke atas dari lanskap asing.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement