Senin 29 Jun 2020 10:00 WIB

IHSG Melemah Tertekan Lonjakan Kasus Covid-19

Pelaku pasar merespons negatif kebijakan lockdown sektor bisnis di beberapa negara.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Friska Yolandha
Karyawan membersihkan lantai di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (20/5/). IHSG dibuka melemah pada Senin (29/6) didorong kekhawatiran investor terhadap lonjakan kasus Covid-19.
Foto: M RISYAL HIDAYAT/ANTARA
Karyawan membersihkan lantai di depan layar yang menampilkan informasi pergerakan harga saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (20/5/). IHSG dibuka melemah pada Senin (29/6) didorong kekhawatiran investor terhadap lonjakan kasus Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka di zona negatif pada perdagangan hari ini, Senin (29/6). Indeks saham melemah 0,60 persen menyentuh level 4.8730. Sebelumnya, pada akhir pekan lalu, IHSG ditutup menguat 0,15 persen di posisi 4.904.

Direktur Anugerah Mega Investama, Hans Kwee mengatakan pergerakan pasar saham masih mendapat tekanan dari sentimen global. Salah satunya lonjakan kasus Covid-19 di Amerika Serikat (AS) dan Jerman yang diikuti lockdown membuat pasar khawatir. 

Baca Juga

"Jika terjadi lockdown kembali maka pasar akan menghadapi lebih banyak risiko pelemahan di jangka pendek," kata Hans.

Menurut Hans, pelaku pasar merespons negatif kebijakan lockdown pada sektor bisnis di beberapa negara bagian AS setelah terjadi lonjakan kasus infeksi Covid-19. Meski demikian, Hans melihat lockdown parsial di negara bagian mempunyai dampak lebih kecil ke ekonomi dibandingkan lockdown nasional yang dilakukan pada April hingga Mei lalu.

Optimesme pasar juga menurun seiring data pengangguran yang tidak sebaik diharapkan. Menurut Hans pembukaan ekonomi tidak mengembalikan daya beli. Pengusaha justru semakin terdorong melakukan pemutusan kerja akibat lemahnya daya beli. 

"Pasar perlu konfirmasi kenaikan daya beli dan perbaikan data ekonomi sesudah pembukaan ekonomi," tutur Hans.

Selain itu, proyeksi Dana Moneter Intermasional (IMF) yang lebih rendah dari proyeksi sebelumnya menunjukan kedepan dunia memasuki periode resesi. Untuk itu, Hans mengatakan, pemerintah perlu mengeluarkan lebih banyak stimulus untuk mendorong ekonomi.

IMF memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi negatif 0,3  persen dari dari sebelumnya 0,5 persen. Dampak Covid-19 membuat proyeksi ekonomi Indonesia menurun tetapi jauh lebih baik dari negara-negara lain di dunia.

Dari dalam negeri, pasar saham akan mendapat sedikit angin segar dari penempatan dana sebesar Rp30 triliun ke perbankan milik negara. "Ini merupakan sentimen positif karena memperkuat perbankan nasional," terang Hans.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement