Ahad 28 Jun 2020 13:22 WIB

Apa Kunci UMKM Bertahan di Tengah Pandemi?

Pandemi dinilai justru menjadi tantangan sekaligus menguji kepemimpinan pelaku usaha.

Menteri BUMN Erick Thohir meluncurkan program Pasar Digital (PaDi) UMKM secara virtual dari kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (15/6).
Foto: Kementerian BUMN
Menteri BUMN Erick Thohir meluncurkan program Pasar Digital (PaDi) UMKM secara virtual dari kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Senin (15/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Kendati demikian, bukan berarti UMKM lantas pasrah dengan keadaan. Pandemi dinilai justru menjadi tantangan sekaligus menguji kepemimpinan pelaku usaha untuk menjalankan roda bisnisnya.

Praktisi UMKM Mochamad Tibiyani mengatakan, pengusaha tidak boleh berdiam diri atau bahkan menyerah dengan situasi. Bagaimana pun kondisinya, pelaku usaha harus mampu menjadikan kesulitan sebagai peluang untuk melompat lebih tinggi. Situasi sulit seperti saat ini, kata dia, kepemimpinan seorang pengusaha akan diuji.

“Saat krisis seperti ini, yang dibutuhkan adalah leadership knowledge, bukan management knowledge,” kata Tibiyani dalam webinar bertajuk ‘Ekonomi Lesu, Sanggupkah UMKM Bertahan’ yang diselenggarakan Technoe Institute, Sabtu (27/6).

Menurut CEO iPOS Teknologi Global ini, leadership atau kepemimpinan dalam konteks UMKM setidaknya ada tiga kriteria. Pertama adalah smart. Pemimpin sebuah perusahaan harus pandai melihat peluang. Insting untuk memanfaatkan peluang ini, kata Tibiyani, harus terus diasah dan dilatih sesering mungkin.

Kedua, lanjut dia, adalah hunger. “Jadilah UMKM yang ingin makan sebanyak-banyaknya,” ujar Tibiyani. Pelaku usaha tak boleh puas jika sudah mencapai target tertentu. Mengembangkan diri dan juga usaha harus terus menerus dilakukan. Ketidakpuasan terhadap capian dalam satu hal ini akan terus melecut diri.

Selanjutnya, kata Tibiyani, adalah no hard feeling. “Jangan baperan,” kata dia. Kunci ketiga ini yang kerap menjadi kendala bagi sebagian masyarakat Indonesia. Sikap seperti itu dinilai justru bisa menghambat seorang pelaku usaha dalam mengembangkan usahanya.

“Seseorang capable atau tidak di entrepreneur bisa dilihat dari tiga kriteria itu. Jika ada tiga itu, itu akana menjadi modal untuk tetap survive meski dihantam pandemi,” kata Tibiyani.

Dalam diskusi yang sama, dosen Teknik Industri Universitas Trunojoyo, Achmad Mughni, mengatakan, 99 persen usaha di Indonesia berskala UMKM. Artinya, apa yang terjadi pada UMKM akan sangat berpengaruh terhadap yang lain. Sektor ini menjadi sangat vital dalam menopang perekonomian nasional.

Menurut Mughni, beberapa strategi bisa dilakukan pelaku UMKM untuk tetap bertahan dalam situasi sulit saat ini. Setiap UMKM, kata dia, memiliki karakteristik yang berbeda. Artinya, perlakuan berbeda pada setiap UMKM menjadi keniscayaan. “Tapi ada satu poin yang sama, pelaku usaha harus mampu mengubah setiap potensi menjadi daya aktif untuk berkembang,” ujar Mughni.

Dia melanjutkan, pandemi seperti saat ini belum pernah terjadi sebelumnya. Bagi dunia usaha, situasi ini menjadi hal yang benar-benar baru dan harus dijawab serius. Inovasi, menurut Mughni, mutlak diperlukan dan harus terus digali pelaku UMKM. “Saya sepakat bahwa salah satu yang paling penting di saat krisis seperti ini adalah leadership,” ujar dia.

Mughni menambahkan, pelaku usaha perlu melek dengan dunia digital. Zaman yang berubah memaksa pelaku UMKM untuk terus ikut berubah. Namun, menurut dia, itu pun tak cukup. Semua pelaku UMKM perlu menjalankan bisnisnya dengan berbasis data. Era saat ini mengharuskan data dan digitalisasi untuk ‘dikawinkan’.

Analis ekonomi alumnus Australian National University, Karina Arti Endaryani, mengatakan, pandemi Covid-19 tidak hanya berdampak pada perekonomian Indonesia, tetapi seluruh dunia. Pada 2020 IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global bahkan berada di angka -4,9 persen dan akan tumbuh 5,4 persen di 2021.

Menurut dia, perlambatan ekonomi global ini otomatis menganggu perdagangan barang dan jasa di seluruh dunia. Sementara perekonomian Indonesia sudah mulai tertekan di triwulan pertama dengan pertumbuhan ‘hanya’ 2,97 persen. Sepanjang tahun ini, kata Karina, butuh kerja keras dan kerja bersama untuk memulihkannya.

Karina menilai, ada beberapa tantangan bagi Indonesia untuk segera keluar dari jerat kesulitan ekonomi saat ini. Semua pihak perlu untuk bersama-sama mencegah korban jiwa yang lebih banyak dari pandemi Covid-19. Selanjutnya adalah menjaga daya beli serta tingkat kesejahteraan masyarakat.

“Dan juga menopang konsumsi, terutama tingkat konsumsi masyarakat di kelas paling bawah dan kelompok rentan serta memfasilitasi relokasi tenaga kerja dari sektor-sektor yang paling terdampak krisis ke sektor yang prospek pertumbuhannya lebih baik,” kata Karina.

Direktur Eksekutif Technoe Institute, Ardy Maulidy Navastara, mengatakan, UMKM menjadi salah satu concern Technoe Institute di tengah situasi saat ini. Banyak pelaku UMKM yang mengeluh dengan hantaman pandemi. Dan yang diperlukan saat ini, menurut Ardy, bukan saling melempar tanggung jawab, tetapi memberi sumbangsih dari hal-hal kecil.

“Ada setidaknya 60-an pelaku UMKM mengikuti workshop ini. Kontribusi-kontribusi kecil seperti ini akan menjadi sangat berarti bagi pelaku UMKM,” ujar dosen Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement