Jumat 26 Jun 2020 14:47 WIB

Produk Alat Medis Indonesia Tembus Standar Internasional

Kemeperian tengah menyiapkan regulasi guna membangun industri yang mandiri.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Fuji Pratiwi
Pekerja mencoba Alat Pelindung Diri (APD) kesehatan di Desa Ploso Geneng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (ilustrasi). Produk industri peralatan medis dan barang habis pakai (medical devices and consumables) Indonesia berhasil menembus standar internasional dan pasar dunia.
Foto: SYAIFUL ARIF/ANTARA FOTO
Pekerja mencoba Alat Pelindung Diri (APD) kesehatan di Desa Ploso Geneng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur (ilustrasi). Produk industri peralatan medis dan barang habis pakai (medical devices and consumables) Indonesia berhasil menembus standar internasional dan pasar dunia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Produk industri peralatan medis dan barang habis pakai (medical devices and consumables) Indonesia berhasil menembus standar internasional dan pasar dunia. Pemerintah menargetkan 35 persen substitusi impor bisa tercapai pada 2022.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, beberapa produk hazmat produksi dalam negeri telah lulus uji skala internasional American Association of Textile Chemists and Colorists (AATCC) Standards, AATCC 42 (uji dampak air), dan AATCC 127 (uji tekanan hidrostatik). Termasuk standar internasional untuk perlindungan menyeluruh terhadap bahaya biologis dan cairan atau ISO 16604 level 2. 

Baca Juga

"Hingga saat ini, enam dari 16 produsen dalam negeri telah disertifikasi. Mereka bersiap mengekspor dan memenuhi permintaan global," ujar Agus melalui siaran pers, Jumat (26/6).

Sementara, pada industri ventilator, saat ini perusahaan lokal sedang menyiapkan produksi masal alat bantu pernapasan tipe darurat pada pertengahan Juli 2020. Lalu produksi ventilator tipe ICU akan dilakukan pada akhir Juli 2020.

Agus mengaku sangat bangga atas capaian itu. Sebab, hal itu menunjukkan, dalam pembuatan ventilator, industri dalam negeri dapat memproduksi secara lokal. Semua komponen mekanik juga memiliki tingkat komponen dalam negeri hingga 80 persen.

Agus melanjutkan, pada industri farmasi, saat ini Indonesia memiliki lebih dari 220 perusahaan. Sebanyak 90 persen di antaranya berfokus pada industri hilir seperti produksi obat-obatan.

"Untuk mengatasi ketergantungan impor, kami berkolaborasi dengan para stakeholder utama menyusun kebijakan dan peraturan dalam membangun ekosistem industri yang kondusif sehingga Indonesia bisa mandiri," kata dia.

Melangkah ke tahap new normal atau normal baru, Kemenperin menargetkan tercapainya 35 persen substitusi impor pada 2022. Kemenperin, kata Agus, sedang menyusun kebijakan-kebijakan yang dapat menarik investor asing dan domestik dalam menghasilkan produk substitusi impor. Selain juga meningkatkan penggunaan bahan baku yang diproduksi secara lokal dan barang setengah jadi.

Kemenperin juga bakal terus mengambil langkah strategis demi pertumbuhan industri yang berkelanjutan dan mendukung investasi di Indonesia, baik dari domestik maupun asing. Sebagai salah satu tujuan investasi dunia, kata Agus, Indonesia berupaya menjadi basis produksi ASEAN dan pemain utama dalam rantai nilai global.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement