Jumat 26 Jun 2020 04:55 WIB

4 Syarat Anda Boleh Pukul Istri Jika Keterlaluan Ngambeknya

Islam memberikan pedoman mendidik istri melalui pukulan dengan syarat.

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Islam memberikan pedoman mendidik istri dengan pukulan dengan syarat. Suami istri ilustrasi
Foto: Antara/Syaiful Arif
Islam memberikan pedoman mendidik istri dengan pukulan dengan syarat. Suami istri ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Islam telah memberikan solusi kepada laki-laki yang telah memiliki istri ketika istrinya berbuat nusyuz. Caranya adalah menasihatinya. Ketika nasihat suami tidak tembus, suami bisa menggunakan solusi lainnya, yakni memisahkan diri dari ranjang. Suami diperbolehkan memukulnya dengan beberapa syarat ketika istri tetap tak taat.

"Namun, tidak kemudian suami memukul istri seenaknya sendiri, melainkan syariat Islam sudah memberikan syarat-syaratnya," kata Ustadz Syafri Muhammad Noo Lc dalam bukunya Ketika Isteri Berbuat Nusyuz.

Ustadz Syafri mengatakan, setidaknya ada empat syarat suami boleh memukul istri. Syarat pertama di antara etika memukul istri adalah tidak memukul dengan pukulan yang keras dan meninggalkan bekas sampai patah tulang atau mengakibatkan bagian tubuh rusak atau bengkak dan semacamnya. "Karena maksud dari memukul tersebut adalah untuk mendidik, bukan melukai fisik sang istri," katanya.

Karena itulah, tidak diperbolehkan jika memukul seperti halnya memukul musuhnya. Nabi SAW ketika haji wada’ pernah memberikan nasihat. 

وإنَّ لكم عليهنَّ ألَّا يُوطِئْنَ فُرُشَكم أحدًا تَكرَهونَه فإنْ فَعلْنَ ذلك فاضْرِبوهنَّ ضَرْبًا غيرَ مُبرِّحٍ

"Kewajiban istri bagi kalian adalah tidak boleh permadani kalian ditempati seorang pun yang kalian tidak sukai. Jika mereka melakukan demikian, pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membekas." (HR Muslim no 1218).

Syarat kedua di antara etika memukul istri adalah tidak memukul di  area wajah dan area-area yang bisa mematikan fungsinya. Adapun dalilnya adalah sabda Nabi SAW ketika ditanya tentang hak istri atas suaminya, lalu beliau menjawab sebagai berikut.

"Di antara kewajibanmu (para suami) kepada mereka (para istri): engkau memberinya makan ketika engkau makan, dan engkau memberinya pakaian ketika engkau berpakaian, dan janganlah engkau memukul wajahnya, dan jangan pula menghinanya, dan jangan pula meng-hajr (memboikot) dirinya kecuali di dalam rumah." (Hadits sahih. Riwayat Abu Dawud (VI/180 no 2128), Ibnu Majah (I/593 no 1850), dan Ahmad (IV/447), dari Mu’awiyah bin Hairah RA).

Al-Bahuty menjelaskan alasan mengapa tidak diperbolehkan suami memukul wajah istrinya adalah sebagai bentuk penghormatan dan memuliakan wanita. Sebab, wajah adalah salah satu tolok ukur dari keindahan wanita.

Syarat ketiga, suami harus memiliki keyakinan yang kuat bahwa pukulannya terhadap sang istri dapat membuat istrinya jera. Sebab, pukulan tersebut hanyalah merupakan sarana untuk mendidik dan memperbaiki akhlak istri. Sebaliknya, pukulan ini tidaklah disyariatkan ketika suami berkeyakinan bahwa tujuan untuk mendidik dan memperbaiki akhlak istri tidak akan bisa tercapai dengan cara ini.

Imam ar-Ramli dalam kitabnya Nihayatul Muhtaj menjelaskan. "Jika diketahui bahwa pukulannya tersebut tidak bisa memberikan efek, hal tersebut haram untuk dilakukan karena hukuman tersebut tidak berfaedah, sedangkan adanya pukulan itu bertujuan untuk efek jera secara mutlak," katanya.

Syarat keempat, jika istri berhenti berbuat nusyuz dan telah menaati suaminya, tidak boleh suami memukulnya lagi karena esensi dari memukul adalah sebagai wasilah/perantara saja, bukan sebagai tujuan. Kalau sampai suami masih memukul istri, padahal istri sudah tidak berbuat nusyuz, ini adalah tindakan zalim. Allah SWT dalam surat an-Nisa ayat 34 berfirman sebagai berikut.

وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

"Dan pukullah mereka. Kemudian, jika mereka menaatimu, janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar."

Menurut Ustadz Syafri, Imam al-Qurthubi menjelaskan tentang tafsir dari ayat tersebut bahwa ketika istri tidak lagi berbuat nusyuz, hendaknya sang suami tidaklah menganiaya istrinya, baik dengan perkataan maupun perbuatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement