Kamis 25 Jun 2020 19:05 WIB

AWG: Caplok Tepi Barat, Israel Langgar HAM Berat

Langkah Israel mencaplok Tepi Barat ancam perdamaian Timur Tengah.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Wartawan Senior Aat Surya Safaat (kiri) bersama Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun dan Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad (kanan) memberikan paparan saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/6). Konferensi pers itu bertajuk Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat. Republika/Putra M. Akbar
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Wartawan Senior Aat Surya Safaat (kiri) bersama Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun dan Ketua Presidium MER-C Sarbini Abdul Murad (kanan) memberikan paparan saat konferensi pers di Jakarta, Kamis (25/6). Konferensi pers itu bertajuk Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat. Republika/Putra M. Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kelompok Al Aqsa Working Group (AWG) menekankan aneksasi atau pencaplokan dengan paksa wilayah Tepi Barat oleh Israel merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat. Keputusan itu pun adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan pelecehan terhadap hukum internasional.

"Kami menyerukan agar seluruh warga dunia bersatu padu menghentikan aksi brutal Israel yang mengancam perdamaian di Timur Tengah serta berisiko mengganggu kestabilan dan keamanan dunia," ujar Ketua AWG, Agus Sudarmaji, dalam acara "Menolak Aneksasi Israel atas Tanah Palestina di Tepi Barat", Kamis (25/6).

Baca Juga

Lembaga yang dibentuk dari berbagai elemen untuk mendukung Palestina ini menilai, pendirian negara Israel merupakan sebuah tindakan ilegal. Terlebih lagi upaya itu dilakukan secara sengaja dengan mengakibatkan penderitaan bagi bangsa Palestina selama lebih dari tujuh dekade.

Agus pun memberikan sorotan terhadap Amerika Serikat (AS) yang menjadi pencetus ide aneksasi terhadap Tepi Barat. Presiden AS, Donald Trump pada akhir Januari mengajukan rencana perdamaian Timur Tengah dengan menawarkan pengakuan Palestina sebagai negara merdeka yang berdaulat, asalkan Israel mendapatkan 30-40 persen tanah dari Tepi Barat, termasuk semua bagian Yerusalem Timur yang diharapkan menjadi ibu kota Palestina di masa depan.

"Bahwa dukungan AS terhadap rencana aneksasi tersebut menjadi pertanda bahwa negara yang mengklaim dirinya sebagai penegak prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan HAM itu ternyata merusak reputasinya sendiri," ujar Agus.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement