Kamis 25 Jun 2020 13:26 WIB

Covid-19 Perlambat Bisnis PLN

Konsumsi listrik pada Maret 2020 hanya tumbuh 2,36 persen.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis perusahaan sejak kuartal pertama tahun ini.
Foto: Republika/Wihdan
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis perusahaan sejak kuartal pertama tahun ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) merasakan dampak pandemi Covid-19 terhadap bisnis perusahaan sejak kuartal pertama tahun ini dengan menurunnya permintaan listrik. Kondisi ini menambah berat kondisi keuangan perusahaan.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini menjelaskan dampak pandemi Covid-19 telah menimpa PLN sejak kuartal pertama 2020. Per Maret 2020, pertumbuhan permintaan listrik melambat dibandingkan tahun sebelumnya. Dibandingkan Maret 2019, konsumsi listrik pada Maret 2020 hanya tumbuh 2,36 persen.

Baca Juga

Sepanjang kuartal pertama 2020 PLN tercatat mampu membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 72,7 triliun. "Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, mayoritas pendapatan usaha PLN disokong oleh penjualan tenaga listrik yang mencapai Rp 70,24 triliun," kata Zulkifli di DPR, Kamis (25/6).

Penjualan paling besar dibukukan penjualan listrik ke masyarakat umum, dengan nilai mencapai Rp 65,48 triliun. Kemudian lembaga dan kementerian yang nilainya mencapai Rp 3,03 triliun

Beban usaha perusahaan pada tiga bulan pertama tahun ini tercatat sebesar Rp 78,8 triliun, naik 7 persen year on year (yoy). Kenaikan beban usaha PLN tersebut salah satunya karena naiknya pembelian tenaga listrik oleh PLN dari perusahaan produsen listrik swasta atau independent power producer (IPP). Pembeliannya tercatat mencapai Rp 25,83 triliun, naik 29,4 persen (yoy).

Karena beban yang naik tinggi tersebut, PLN harus mengalami rugi usaha sebelum subsidi dan pendapatan kompensasi dari pemerintah pada kuartal pertama 2020. Nilai kerugian usaha ini mencapai Rp 6,09 triliun, lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu dengan rugi Rp 4,71 triliun.

Selain itu, penyebab PLN mengalami kerugian pada periode tiga bulan pertama tahun ini, adalah beban lain-lain PLN yang juga melonjak tinggi menjadi Rp 1,73 triliun. Padahal tahun lalu, beban lain-lain ini hanya senilai Rp 137,39 miliar.

Selain itu, perusahaan juga mengalami kerugian akibat kurs mata uang asing dengan nilai bersih mencapai Rp 51,97 triliun pada periode kuartal satu 2020. Padahal, pada periode yang sama tahun lalu, PLN berhasil mengantongi keuntungan selisih kurs senilai Rp 4 triliun.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement