Kamis 25 Jun 2020 02:10 WIB

Liga Primer Rilis Sistem Pelaporan Pelecehan Secara Online

Liga Primer merilis sistem pelaporan pelecehan atau diskriminasi secara online.

Rep: Hartifiany Praisa/ Red: Agung Sasongko
Liga Primer Inggris.
Foto: EPA-EFE/ANDY RAIN
Liga Primer Inggris.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Liga Primer merilis sistem pelaporan pelecehan atau diskriminasi secara online. Sistem ini diperkenalkan setelah beberapa pemain dan mantan pemain menjadi korban dari sosial media.

Dalam pernyataanya, Liga Primer menyebut sistem akan melakukan pelaporan cepat dengan terpusat. 

Baca Juga

"Sistem pelaporan respon cepat terpusat ini akan memungkinkan para pemain, manajer dan pelati untuk memberi tahu Liga Premier tentang penyalahgunaan diskriminatif serius yang diterima melalui pesan di platform media sosial," tulis pernyataan Liga Premier dilansir dari laman Sky Sports.

Setiap kasus akan ditinjau oleh pihak Liga Premier. Selanjutya, perwakilan liga akan melaporkan kepada perusahaan media sosial tersebut, menyelidikinya dan mengambil tindakan hukum yang sesuai.

"Liga Premier telah mengembangkan sistem dan akan merespon setiap insiden," lanjut pernyataan tersebut.

Sementara itu direktur eksekutif Liga Premier, Richard Masters menyebut bahwa pelecehan diskiminasi tidak dapat diterima dalam kehidupan pekerjaan apapun. Sehingga isu ini menjadi prioritas untuk Liga Premier.

"Ada terlalu banyak contoh dari pemain sepak bola dan keluarga mereka yang menerima pesan diskriminatif mengerikan. Sistem  ini dikembangkan untuk memberi respon cepat pada mereka yang telah menjadi korban diskriminatif secara daring, baik yang ditargetkan pada diri mereka sendiri atau anggota keluarganya," tegas Masters.

Masters mengakui Liga Primer berkomitmen untuk meninjau setiap kasus dan menindaklanjutinya. Termasuk soal tindakan rasial secara daring pada mantan pemain Liga Premier, Ian Wright.

"Liga Premier tidak akan mentolerir perilaku diskriminatif dalam bentuk apapun. Bersama FA, EFL, PFA dan LMA, kami akan terus menantang perusahaan media sosial besar yang gagal melakukan pemblokiran materi disriminatif dan mengidentifikasi para pelanggar," tegasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement