Kamis 25 Jun 2020 00:35 WIB

Aktivis Pro-Demokrasi Thailand Tandai Hari Jadi Revolusi Siam

Aktivis Pro-Demokrasi Thailand Tandai Hari Jadi Revolusi Siam

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
Aktivis Pro-Demokrasi Thailand Tandai Hari Jadi Revolusi Siam
Aktivis Pro-Demokrasi Thailand Tandai Hari Jadi Revolusi Siam

Para aktivis politik pro demokrasi mengadakan aksi unjuk rasa pada hari Rabu (24/6) untuk menandai peringatan revolusi Siam 1932 yang menggulingkan monarki absolut Thailand. Lebih dari 100 orang berkumpul di Monumen Demokrasi Bangkok sejak pagi hari. Rekaman tentang revolusi Siam ditayangkan melalui sebuah layar putih.

"88 tahun yang lalu hari ini sekitar fajar, Partai Rakyat merebut kekuasaan dan mengubah sistem pemerintahan menjadi demokrasi," kata aktivis pro-demokrasi Anon Nampa pada rapat umum tersebut.

Aktivis pro-demokrasi terkemuka lainnya Chonthicha Jangrew mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa pihak berwenang berusaha untuk menghapus revolusi dari sejarah "danbetapa pentingnya demokrasi di Thailand."

Apakah pihak berwenang mengizinkan demonstrasi?

Polisi telah memasang tanda larangan masuk di monumen itu, tetapi pada akhirnya memperbolehkan para aktivis untuk menggelar demonstrasi selama sekitar 15 menit.

Para aktivis juga memajang replika plakat peringatan yang dipasang pada tahun 1936 di tempat proklamasi itu berlangsung. Acara ini masih dianggap ilegal berdasarkan peraturan COVID-19, yang mengatur jarak sosial.

Protes lain direncanakan berlangsung di dekat istana, dan polisi mengatakan mereka sedang memantau aksi unjuk rasa di 12 provinsi lainnya.

Pemerintah dan polisi telah membuat peringatan sebelumnya, menjelaskan bahwa kegiatan seperti itu akan dianggap subversif dan merusak monarki konstitusional negara, tetapi tidak melakukan tindakan nyata yang secara langsung menghentikan protes.

Mengapa peringatan itu penting?

Thailand, yang sebelumnya dikenal sebagai Siam, telah mengalami kemunduran demokrasi dan menghapus simbol-simbol yang berkaitan dengan Revolusi 1932 dalam beberapa tahun terakhir. Raja saat ini memiliki kekuatan besar dan tindakan mengkritik keluarga kerajaan dapat dihukum 15 tahun penjara.

Pemerintahan dipimpin oleh komandan militer Prayuth Chan-ocha sejak ia merebut kekuasaan dalam kudeta militer tahun 2014. Ia terpilih secara demokratis pada 2019 dalam pemilihan yang digambarkan bebas namun tidak adil.

Banyak dari mereka yang menghadiri rapat umum itu adalah pengkritik vokal Prayuth dan percaya bahwa raja dan militer masih memiliki kekuatan besar, bukan adil atau legal dalam monarki konstitusional.

Prayuth tidak secara langsung berbicara kepada para pengunjuk rasa tetapi mengatakan kepada warga "jangan melanggar monarki, jangan melanggar hukum."

(AP, dpa, Reuters) ha/as

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement