Rabu 24 Jun 2020 21:48 WIB

Dampak Perubahan Iklim pada Stok Beras Perlu Diwaspadai

Kemarau ekstrim di 2019 berdampak pada menurunnya produksi beras sebesar 7,76 persen.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Petani menjemur gabah di Desa Dasok, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (13/4/2020). ilustrasi
Foto: ANTARA/Saiful Bahri
Petani menjemur gabah di Desa Dasok, Pamekasan, Jawa Timur, Senin (13/4/2020). ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Galuh Octania mengatakan, pemerintah perlu mengantisipasi dampak perubahan iklim pada ketersediaan stok beras di pasar. Saat ini, diakui Kementerian Pertanian tengah memaksimalkan penghujung musim tanam untuk memanfaatkan musim penghujan yang masih berlangsung di beberapa wilayah di Indonesia.

Hal ini menandakan kondisi iklim yang tak menentu masih menjadi tantangan bagi produksi beras dan komoditas pangan lainnya.

Baca Juga

Galuh mencontohkan, kemarau ekstrim di tahun 2019 bahkan berdampak pada menurunnya produksi beras sebesar 7,76 persen. Kondisi iklim yang tak menentu harus diwaspadai karena dapat berpengaruh pada penyerapan beras di musim panen kedua tahun 2020, yang diprediksi oleh Bulog akan berlangsung sekitar September-November mendatang.

Jika melihat dari harga beras melalui Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) nasional, harga beras cenderung berada di kisaran Rp 11.900 per kilogram atau stabil tinggi sejak April 2020.

 

Untuk menjaga kestabilan harga beras di semua wilayah di Indonesia, pendistribusian beras oleh Bulog harus dikelola dengan baik agar mampu menjangkau  seluruh wilayah Indonesia.

Ia mengatakan, pendistribusian yang merata juga bertujuan untuk menghindari terjadinya ketimpangan harga antara harga beras di wilayah yang surplus produksi berasnya dan wilayah yang produksinya mengalami defisit.

“Perhitungan pun harus dilakukan secara berkala, dengan mempertimbangkan kejadian-kejadian yang tidak dapat diprediksi, jangan sampai harga beras nanti terus berada dalam level tinggi atau perlahan naik. Karena jika perhitungan menunjukkan perlunya pengadaan beras dalam jumlah yang lebih banyak, mau tidak mau perhitungan untuk impor juga harus dilakukan jauh-jauh hari untuk menghindari keterlambatan akibat proses panjang impor yang harus dilalui,” kata Galuh, Rabu (24/6).

Seperti diketahui, Bulog sendiri sudah memastikan bahwa persediaan beras di Indonesia dipastikan cukup hingga akhir tahun. Oleh karena itu, Bulog tidak akan melakukan impor.

Dilaporkan bahwa stok beras di gudang Bulog saat ini berada dalam jumlah sekitar 1,4 juta ton, yang mana terdiri dari CBP atau Cadangan Beras Pemerintah sebanyak 1,35 juta ton dan sisanya 56 ribu ton merupakan beras komersial.

Langkah itu disebut Bulog dilakukan sudah berdasarkan perhitungan yang dilakukan bersama dengan Menteri Pertanian serta menggunakan data BPS dan Bank Indonesia. "Akan tetapi, pemerintah tetap harus terus waspada dengan perkembangan stok beras di Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement