Rabu 24 Jun 2020 17:09 WIB

KPPU Putus Bersalah 7 Maskapai, Ini Kata Garuda Indonesia

KPPU menilai struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal oligopoli.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Nidia Zuraya
Ilustrasi penerbangan
Ilustrasi penerbangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) saat ini sudah mengeluarkan putusan bersalah kepada tujuh maskapai, termasuk Garuda Indonesia dan Citilink Indonesia yang diduga melakukan kartel tiket pesawat pada 2019. Hanya saja ketujuh maskapai bukan dinyatakan bersalah melakukan kartel tiket seperti diatur dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999, namun melanggar ketentuan Pasal 5 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999. 

Mengenai hal tersebut, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan sepenuhnya menghormati proses hukum yang telah berjalan sampai dengan saat ini. “Kami menyadari iklim usaha yang sehat menjadi pondasi penting bagi ekosistem industri penerbangan agar dapat terus berdaya saing,” kata Irfan dalam pernyataan tertulisnya, Rabu (24/6).

Baca Juga

Untuk itu, Irfan menuturkan Garuda Indonesia Group memastikan untuk senantiasa memperkuat komitmennya dalam menjalankan tata kelola bisnis perusahaan. Terlebih saat ini tengah berada di dalam tantangan industri penerbangan yang semakin dinamis.

“Kami tetap mengedepankan prinsip kepatuhan terhadap kebijakan yang berlaku,” ujar Irfan.

Dia menambahka, saat ini Garuda Indonesia Group juga akan memfokuskan pencapaian kinerja usaha yang optimal. Hal tersebut menurutnya sejalan dengan upaya penerapan prinsip dan ketentuan persaingan usaha yang sehat.

KPPU saat ini mengeluarkan Putusan atas Perkara Nomor 15/KPPU-I/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 terkait Jasa Angkutan Udara Niaga Berjadwal Penumpang Kelas Ekonomi Dalam Negeri yang melibatkan tujuh maskapai udara nasional. Dalam sidang terbuka untuk umum, KPPU memutuskan seluruh maskapai tersebut secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran atas Pasal 5 dalam jasa angkutan udara tersebut.

Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada

pasar bersangkutan yang sama. Sementara Pasal 11 UU Nomor 5 Tahun 1999 berbunyi Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

 Untuk itu KPPU menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para maskapai agar melakukan pemberitahuan secara tertulis kepada KPPU terhadap setiap kebijakan. Terutama kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta persaingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen, dan masyarakat sebelum kebijakan tersebut dilakukan.

Perkara tersebut bermula dari penelitian inisiatif yang dilakukan KPPU atas layanan jasa angkutan udara niaga berjadwal penumpang kelas ekonomi penerbangan dalam negeri di wilayah Indonesia. Penelitian tersebut kemudian dilanjutkan dengan penyelidikan kepada tujuh maskapai yakni Garuda Indonesia, Citilink Indonesia, Sriwijaya Air, NAM Air, Batik Air, Lion Air, dan Wings Air.

KPPU menilai bahwa struktur pasar dalam industri angkutan udara niaga berjadwal adalah oligopoli ketat. Hal ini mengingat bahwa kegiatan usaha angkutan udara niaga berjadwal di Indonesia terbagi dalam tiga grup yakni Garuda Indonesia Group, Sriwijaya Air Group, dan Lion Air Group.

Dengan begitu, seluruh maskapai dalam perkara tersebut menguasai lebih dari 95 persen pangsa pasar. Selain itu juga terdapat hambatan masuk yang tinggi dari sisi modal dan regulasi yang mengakibatkan jumlah pelaku usaha sedikit dalam industri penerbangan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement