Rabu 24 Jun 2020 13:12 WIB

190 Anak di Jabar Terpapar Covid-19

Ancaman Covid-19 ke anak tidak boleh dianggap remeh.

Seorang ibu memasangkan pelindung wajah kepada anaknya saat beraktivitas di Taman Lansia, Jalan Cisangkuy, Kota Bandung, Jabar, Ahad (21/6). Masyarakat tetap diminta mewaspadai anak dari penularan Covid-19.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Seorang ibu memasangkan pelindung wajah kepada anaknya saat beraktivitas di Taman Lansia, Jalan Cisangkuy, Kota Bandung, Jabar, Ahad (21/6). Masyarakat tetap diminta mewaspadai anak dari penularan Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Arie Lukihardianti, Puti Almas, Antara

Penularan Covid-19 terhadap anak tampaknya harus menjadi perhatian khusus. Terutama potensi penularan Covid-19 anak di kawasan tempat tinggal sampai tempat umum.

Baca Juga

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, Berli Hamdani, mengatakan berdasarkan data terbaru secara kumulatif anak-anak di Jawa Barat yang tertular sampai dinyatakan positif Covid-19 adalah sebanyak 190 anak. Dari total tersebut, kata Berli, anak usia sekolah atau antara 6-18 tahun yang tertular Covid-19 berjumlah 131 orang. Sedangkan anak prasekolah dengan usia 5-6 tahun berjumlah 13 orang, balita berusia 1-5 tahun berjumlah 35 orang, dan bayi usia 0-1 tahun yang terpapar Covid-19 jumlahnya 11 orang.

"Total anak yang meninggal dunia 3 orang, yaitu seorang balita perempuan, dan anak usia sekolah ada dua orang laki-laki," kata Berli di Gedung Sate, Selasa petang (23/6).

Berli menjelaskan, dari 190 orang kumulasi angka positif Covid-19, yang masih dirawat berjumlah 105 orang anak. Yakni, 3 bayi, 17 balita, 5 anak prasekolah, dan 80 anak usia sekolah. Sedangkan, anak yang sudah sembuh mencapai total 82 anak, dengan rincian 8 bayi, 17 balita, 8 anak usia prasekolah, dan 49 anak usia sekolah.

Menurut Berli, ada banyak kemungkinan penyebab anak-anak ini terpapar Covid-19, mulai dari terpapar dari keluarganya sampai orang-orang sekitarnya, baik di lingkungan tempat tinggal sampai tempat umum.

Tingginya kasus Covid-19 pada anak-anak juga terjadi di Jatim. Pada awal Juni, Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr. Kohar Hari Santoso mengungkapkan adanya 50 bayi di bawah lima tahun (balita) yang tertular Covid di wilayah setempat. Perinciannya 22 anak berjenis kelamin laki-laki, dan 28 anak berjenis kelamin perempuan.

"Ketularannya yang paling banyak memang dari orang tuanya. Tapi ada juga yang orang tuanya negatif. Artinya tertular dari pengasuhnya," ujar Kohar di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Selasa (2/6).

Kehar melanjutkan, jika kelompok umur anak-anak yang terpapar Covid-19 tersebut dinaikkan menjadi umur 0 hingga 9 tahun, jumlahnya lebih banyak lagi. Yakni, mencapai 130 anak. Perinciannya, 71 anak berjenis kelamin laki-laki dan 59 anak berjenis kelamin perempuan. Dari total pasien anak tersebut, kata Kohar, ada satu pasien yang meninggal dunia.

"Di antaranya itu ada satu yang meninggal. Umurnya 1,5 tahun. Tapi itu kebetulan juga ada demam berdarahnya," ujar Kohar.

Kohar mengingatkan, di tengah pandemi Covid-19 ini pola pengasuhan anak memang membutuhkan perhatian lebih. Jika anak tersebut diasuh oleh pengasuh, yang itu tidak tinggal satu rumah, maka pengasuh tersebut harus benar-benar dipastikan melaksanakan protokol pencegahan penularan Covid-19. Yakni dengan mengenakan masker, rajin mencuci tangan, dan sebagainya.

Pada 18 Mei, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan data tentang jumlah anak Indonesia yang terpapar Covid-19. Menurut data IDAI hingga 18 Mei terdapat 14 anak meninggal akibat Covid-19. Lalu ada 584 anak yang positif, 3.324 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP) dan 129 anak meninggal dalam berstatus PDP.

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (@idai_ig) pada

Ketika Covid-19 pertama terjadi dan mewabah di China, pakar kesehatan sempat mengatakan Covid-19 jauh lebih berbahaya di lansia dibandingkan bila terjadi ke anak. Seiring waktu, makin banyak kasus Covid-19 terjadi pada anak.

Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan fakta terbaru tentang infeksi virus corona jenis baru pada anak-anak. Di New York, Amerika Serikat (AS), sejumlah anak mengalami penyakit misterius dan berakibat fatal dalan beberapa kasus yang jarang terjadi.

Studi mempelajari sindrom inflamasi multisistem pediatri (MIS-C) pada 33 pasien cilik. Peneliti menemukan bahwa meski gejalanya sindrom peradangan itu berbahaya, dokter dapat mengobatinya. Hanya saja, masih terdapat beberapa masalah yang masih perlu diteliti lebih lanjut.

"Dibandingkan dengan Covid-19 itu sendiri, sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak lebih bisa diobati," ujar Charles Scheien, penulis studi sekaligus ketua departemen pediatri di Northwell Health Cohen Children's Medical Center, dilansir Today.

Makalah dalam Journal of Pediatrics yang disusun oleh Feinstein Institutes for Medical Research mendukung apa yang dipahami para ahli tentang multisystem inflammatory syndrome in children (MIS-C). Menurut Kevin Friedman, seorang ahli jantung pediatri di Boston Children’s Hospital, ini hanya memperkuat banyak hal yang sudah diketahui, yaitu sebagian besar pasien dengan penyakit tersebut dapat berada dalam kondisi yang sangat parah.

"Tapi sebagian besar anak-anak ini merespons terapi dengan sangat baik," jelas Friedman.

Dalam beberapa hal, MIS-C menyerupai Kawasaki, penyakit sindrom inflamasi vaskular yang umumnya menyerang anak-anak usia lima tahun ke bawah. Biasanya, gejala penyakit ini berupa demam berkepanjangan, ruam, tangan dan kaki bengkak, bibir kering, serta peradangan yang dapat melukai arteri koroner.

Lebih dari setengah anak-anak dengan MIS-C menunjukkan gejala yang konsisten dengan Kawasaki, tetapi ada perbedaan. Penelitian dari New York menemukan bahwa MIS-C lebih cenderung berdampak pada anak yang lebih besar, yakni berusia rata-rata adalah 8,6 tahun dan MIS-C tampaknya lebih memengaruhi jantung.

"MIS-C lebih cenderung memengaruhi jantung secara langsung, seperti memompa," kata Friedman.

Di hampir semua anak-anak dengan MIS-C yang dianalisis dalam penelitian baru ini, 97 persen mengalami gejala gastrointestinal, termasuk diare dan nyeri perut. Namun, gejala pencernaan ini cukup sulit dibedakan dengan kondisi lainnya, karena masalah perut sering terjadi pada anak-anak.

Syok dan tekanan darah rendah adalah karakteristik lain dari MIS-C. Schleien mengatakan bahwa orang tua harus membawa anaknya ke dokter spesialis anak atau mencari bantuan jika buah hati mereka mengalami masalah perut dan demam selama lebih dari sehari.

"Penting untuk mendapatkan perhatian anak Anda karena Anda tidak ingin anak-anak yang mengalami syok, apalagi tekanan darah rendah, hari demi hari dirawat di rumah saja karena mereka bisa kehilangan nyawa kemudian," jelas Schleien.

MIS-C tampaknya terkait dengan lonjakan kasus Covid-19 di suatu daerah. Schleien mengatakan, di New York, jumlah kasus infeksi virus ini telah melambat.

Friedman juga mengatakan kasus-kasus Boston juga berkurang. Tetapi para ahli percaya bahwa kasus Covid-19 meningkat di daerah lain dan itu akan menyebabkan lebih banyak anak akan menderita MIS-C.

Belum lama ini, kasus telah dilaporkan di Nebraska, North Carolina, Washington, dan Indiana. Dalam kebanyakan kasus, anak-anak dengan keluhan itu tidak memiliki gejala Covid-19, tetapi mereka memiliki antibodi yang menunjukkan bahwa mereka telah terpapar pada beberapa titik.

“Mereka bahkan mungkin tanpa gejala atau sangat minim gejala. Tetapi, kemudian dapat menjadi sangat sakit beberapa pekan kemudian," ujar Nicole Salazar-Austin, seorang asisten profesor di divisi penyakit menular anak-anak di Fakultas Kedokteran Johns Hopkins di Baltimore, Maryland.

Meskipun MIS-C jarang terjadi, pemahaman bahwa kasusnya dapat terjadi tetap penting. MIS-C disebut sebagai risiko nyata bagi anak-anak, karenanya dokter serta semua orang tua harus mengetahui bahwa kondisi ini bisa terjadi, sehingga penanganan medis lebih awal dapat dilakukan, sebelum komplikasi muncul.

"Satu hal yang sangat jelas, saat anak-anak positif Covid-19, mereka tidak menjadi sakit seperti orang dewasa," jelas Salazar-Austin.

photo
Risiko kematian anak saat pandemi Covid-19 - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement