Rabu 24 Jun 2020 09:25 WIB

Dewan Kritisi Kerja Sama Kemendikbud dengan Netflix

Kerja sama Kemendikbud - Netflix diduga bermotif kepentingan bisnis.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Aplikasi Streaming Netflix
Foto: Pixabay
Aplikasi Streaming Netflix

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demi memperkuat program Belajar dari Rumah (BDR) selama masa pandemi Covid-19 ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menggandeng penyedia layanan streaming Netflix. Namun, kerja sama itu memunculkan polemik baru. Termasuk kritik keras dari anggota Komisi X DPR RI Ali Zamroni, selaku mitra kerjanya di parlemen.

"Pertama, Netflix sendiri diketahui belum membayar pajak, sehingga mendapat sorotan dari Menteri Keuangan," tegas politikus Partai Gerindra itu dalam keterangannya kepada Republika.co.id, Selasa (23/6).

Menurut Ali, dari data Kemenkeu, khususnya PMK No.48 tahun 2020 yang mengatur tentang penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi subjek pajak luar negeri, Netflix belum memenuhi kewajibannya kepada negara. 

Kedua, Ali juga menyoroti legalitas Netflix di Indonesia yang masih dipertanyakan. Status karyawan yang bekerja di Netflix, juga dikritisi legislator dapil Banten 1 ini.

 

Apalagi, lanjut Ali, kerja sama Kemendikbud bersama Netflix diduga bermotif kepentingan bisnis yang berujung pada komersialisasi pendidikan. Mengingat, kata Ali, legalitas Netflix masih bermasalah. Selama mereka beroperasi, izin perusahaan ini apa sudah terdaftar? 

"Kita juga harus mempertanyakan bagaimana status para karyawan yang bekerja di Netflix karena status perusahaanya kan yang belum jelas,” terang Ali

Karena itu, Ali menuding bahwa upaya komersialisasi pendidikan yang dilakukan oleh Kemendikbud makin terasa dengan adanya kerjasama ini. Ia menilai yang dilakukan Kemendikbud dan Netflix diduga sarat kepentingan bisnis yang menjadi latarberlakangnya.

“Kita tahu bahwa latar belakang Mas Menteri kan pebisnis. Saya khawatir ada conflict of interest antara kementerian ini dengan netflix. Jangan sampai dunia pendidikan ini terus menerus dikomersilkan karena memanfaatkan bencana Covid-19 ini,” kata Ali.

Terkait konten, Ali juga menilai bahwa konten-konten Netflix tidak layak dikonsumsi oleh para pelajar yang masih dibawah umur. Pengawasan terhadap isi konten Netflix saat ini disoroti tidak hanya oleh kalangan legislator, tetapi Kemkominfo, Komisi penyiaran Indonesia (KPI), Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) dan akademisi.

“Saya memastikan Kemendikbud belum mengajak bicara instansi seperti Kominfo, KPI, BRTI dan kalangan akademisi dalam hal konten Netflix. Konten Netflix perlu dikaji lebih jauh karena banyak yang tidak layak dikonsumsi pelajar. Jangan sampai kerjasama ini malah muncul masalah baru,” ujar Ali.

Selain itu, Ali melihat, Kemendikbud sendiri dinilainya belum melakukan kajian secara komperhensif. Maka ia mengingatkan agar Kemendikbud dalam mengambil semua kebijakan harus punya kerangka berfikir secara utuh. Kata Ali, jangankan untuk bisa membuka dan menikmati netflix, faktanya masih banyak daerah yang belum bisa mendapat sinyal internet, terutama di daerah-daerah 3T. Kemendikbud dalam mengambil kebijakan jangan Jakarta sentris, tapi harus indonesia sentris. 

“Sudah dikaji belum secara utuh kerjasama ini. Jangankan menikmati tayangan Netflix, untuk mengakses internet saja kan masih banyak yang kesulitan. Terutama didaerah-daerah 3T. Pemerataan akses internet masih belum optimal,” tegas Ali.

Maka dengan demikian, Ali pun menyayangkan, kerja sama Netflix dan Kemendikbud di tengah potensi TV Edukasi yang belum dioptimalkan. Padahal, di Kemendikbud ada Pustekkom atau TV Edukasi sebagai televisi pendidikan yang berada di bawah kementerian pendidikan secara langsung.

Menurut Ali, peralatan dan jaringan lengkap, SDM juga mumpuni itu saja di kuatkan tidak perlu bekerjasama dengan Netflix. Justru menjadi pertanyaan kenapa Kemendikbud malah bekerja sama dengan Netflix. 

"Ini kan perlu kita kritisi ada apa sebenarnya dengan kerja sama Netflix dan Kemendikbud. Harusnya Kemendikbud kuatkan TV Edukasi dengan menambah anggarannya. Bukan sebaliknya,” ucap Ali. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement