Selasa 23 Jun 2020 15:10 WIB

Pemerintah akan Reformasi Sistem Penganggaran Negara

Sistem penganggaran negara akan menerapkan konsep money follow program.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Nidia Zuraya
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.
Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas akan melakukan reformasi sistem penganggaran. Redesain akan diterapkan pemerintah pada tahun anggaran 2021 untuk merealisasikan belanja yang lebih optimal dan efektif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan, redesain sistem penganggaran akan menerapkan konsep money follow program. "Jadi, programnya jelas, sehingga uangnya jelas, dia kenapa dianggarkan sekian," ucapnya dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (23/6).

Baca Juga

Salah satu program yang kerap mengalami tantangan dalam penganggaran adalah stunting. Sri menjelaskan, program ini sangat penting untuk menciptakan sumber daya manusia yang produktif.

Hanya saja, dalam pengentasannya, pemerintah tidak hanya menyentuh isu makanan, juga gizi, air bersih, bahan pangan, ketersediaan puskesmas dan banyak hal.

Besarnya dimensi untuk isu stunting menyebabkan banyak kementerian/ lembaga (K/L) yang harus terlibat. Sri mengatakan, setidaknya terdapat 18 K/L dan pemerintah daerah yang turun tangan dan mempunyai program dengan tujuan pengentasan stunting. Anggarannya pun tersebar di banyak tempat, sehingga koordinasi menjadi poin krusial.

"Oleh karena itu, bagaimana kita bisa mengalokasikan money follow program menjadi sangat penting," kata mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Redesain sistem penganggaran juga akan menerapkan anggaran berbasis kinerja yang semakin baik. Sejauh ini, Sri menilai, desain output dan outcome program K/L masih sangat normatif sehingga sulit untuk di-tracking.

Poin ketiga, konvergensi antara program dengan kegiatan antara K/L. Saat ini, anggaran beberapa K/L lebih banyak terserap untuk kegiatan birokrasi dibandingkan program untuk mencapai tujuan. "Ini sering kita lihat. Ini yang perlu kita lakukan adjustment," tutur Sri.

Sistem penganggaran dengan desain baru juga mengutamakan keselarasan program kegiatan antara perencanaan dengan penganggaran. Peranan Kementerian PPN/ Bappenas sebagai tempat mengelola, mensinergikan dan mengoordinasikannya menjadi sangat penting.

Informasi kinerja yang dapat dipahami publik sehingga akuntabilitas lebih baik juga menjadi poin dalam redesain sistem penganggaran.

Tidak kalah penting, menyinkronkan rumusan program belanja K/L dengan daerah. Sri mengakui, ini akan menjadi tantangan luar biasa mengingat pemerintah daerah memiliki dua pos pendanaan.

Pertama, APBD yang sudah melalui proses pembahasan dengan tiap DPRD. Kedua, alokasi anggaran dari pemerintah pusat, seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK).

"Untuk sinkronkan aliran-aliran ini akan jadi tantangan luar biasa," ujar Sri.

Sistem penganggaran baru juga akan menyelaraskan visi misi presiden terpilih, fokus dan tujuh agenda pembangunan dengan masing-masing K/L maupun daerah. Terakhir, rumusan nomenklatur program, kegiatan, keluaran (output) dan outcome yang mencerminkan real work atau bersifat konkret.

Rencana pemerintah untuk redesain sistem penganggaran sudah mendapat persetujuan dari Komisi XI DPR yang merupakan mitra Kemenkeu dan Bappenas. Hanya saja, ada beberapa catatan dari anggota.

Salah satunya dari Anggota Komisi XI DPR Fraksi PDIP, Andreas Dwi Susetyo yang meminta pemerintah melakukan klasifikasi belanja berdasarkan dampak ke masyarakat. Tujuannya, agar bisa lebih mudah terlihat seberapa persen anggaran negara yang ditujukan pelayanan rakyat dan non pelayanan rakyat.

"Jangan sampai, yang dilayani mendapatkan porsi lebih kecil dari yang melayani. Supporting cost jangan lebih tinggi dari goalsnya," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement