Selasa 23 Jun 2020 00:31 WIB

Janji Surga Data Aman di Negara Kita

Semua kabar pencurian data disebut hoaks, tapi ada bukti data itu aman.

Ichsan Emrald Alamsyah
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Ichsan Emrald Alamsyah*

Abad ke-21 adalah Buku Digital. Kalimat di atas bukan dikatakan oleh seorang pakar IT, namun tokoh fiktif Agen Jasper Sitwell dalam Film Captain America The Winter Soldier.

Meski begitu, penulis menilai kalimat tersebut ada benarnya. Lewat masifnya penjualan ponsel pintar, masyarakat Indonesia kini telah bergeser ke masyarakat digital. Apapun dilakukan melalui jaringan internet melalui perantara ponsel.

Akan tetapi sebelum kita mengaktifkannya, kita harus rela memberikan sedikit data yang kita miliki. Mengaktifkan kartu sama artinya kita membuka Nomor Induk Kependudukan dan data pribadi. Begitu juga dengan berbelanja dan hanya untuk bermain gim, semua membutuhkan data.

Sayangnya, sudah berkali-kali penulis mendengar terjadi pencurian data oleh peretas. Terakhir, tak tanggung-tanggung data warga yang terinfeksi virus Corona baru di Indonesia dijual di sebuah forum dark web RapidForums.

Akun Database Shopping tersebut diduga memiliki 230 ribu data pasien tes Covid-19. Data tersebut, diintip lewat fitur spoiler, mulai dari nama, status kewarganegaraan, tanggal lahir, umur, nomor telepon, alamat rumah, Nomor Identitas Kependudukan (NIK), dan alamat hasil tes Covid-19.

Pembobolan oleh peretas ini dilakukan pada 20 Mei lalu dan mengklaim berhasil mengambil 230 ribu data pasien. Hanya saja upaya penjualan dilakukan Kamis (18/6) pekan lalu.

Terkait hal tersebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun melakukan Koordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara. Hasilnya Menkominfo Johnny G Plate menyatakan tidak ada data yang bocor dari aplikasi PeduliLindungi. Johnny mengatakan pihaknya sudah melakukan asesmen dan evaluasi keamanan secara menyeluruh.

Menurut Johnny, hasil pemeriksaan tersebut tidak untuk dipublikasikan. Kementerian Kominfo juga melibatkan BSSN untuk menelusuri dugaan kebocoran data Covid-19 Indonesia. BSSN, seperti dinyatakan Menteri Johnny, juga menyatakan tidak ada data yang bocor. "Keamanan data Covid-19 akan terus dijaga dan keamanan sistem juga terus ditingkatkan," kata Johnny.

Berdasarkan catatan penulis dalam setahun terakhir hilir mudik pemberitaan pembobolan data peretas terhadap data masyarakat di Indonesia telah beberapa kali terjadi. Sebelumnya pernah disebut data marketplace Tokopedia, Bhinekka, data sistem informasi personel polri, data jutaan warga di situs Komisi Pemilihan Umum dan terakhir data penderita Covid-19.

Semuanya disimpulkan hoaks dan aman, hanya saja tidak pernah ada bukti publikasi  yang diterima masyarakat soal kebenaran tersebut. Bahkan jawabannya pun serupa, pihak Kemenkominfo dan BSSN akan meningkatkan penjagaan dan keamanan sistem.

Benarkah data kita aman, bahkan hanya untuk nomor kontak di ponsel sekalipun? Beragam jawaban yang birokratis dari Pemerintah bagi penulis malah membuat masyarakat tidak aman. Bahkan cenderung menurunkan tingkat kepercayaan publik terhadap keamanan siber.

Akan tetapi patut diakui, berdasarkan rekap BSSN, serangan siber di tanah air memang cenderung meningkat. Menurut data yang dihimpun Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional BSSN, sejak bulan Januari sampai Maret 2020 total kasus serangan siber di Indonesia berjumlah 80.837.445.

Dibandingkan tahun 2019, pada periode Januari sampai Maret, total jumlah serangan siber sebanyak 13.623.527. Artinya selama pandemi ada peningkatan hingga enam kali lipat serangan siber.

Akan tetapi apapun itu pemerintah dan pemangku kepentingan sepatutnya menjamin data warganya. Bila ditanyakan dari mana cara menjaminnya, jawaban penulis adalah mempercepat penyelesaian RUU Pelindungan Data Pribadi dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber. Minimal pemerintah menjalankan Peraturan Pemerintah Tentang Pelindungan Data Pribadi.

Selain itu bila pemerintah menganggap persoalan pencurian data adalah hal serius, maka BSSN, lembaga yang baru lahir tersebut juga diperkuat. Diperkuat dalam artian, jaringan, sumber daya manusia dan anggarannya. Bukan dijadikan lembaga yang hanya lahir sebentar kemudian dibubarkan atau dilebur dengan lembaga lain.

Alasan penulis tentu saja karena hingga kini tidak ada lembaga yang punya kewenangan serupa BSSN. Belum lagi saat ini, seluruh masyarakat mau tidak mau lewat ponsel bergerak ke arah masyarakat digital.

Artinya pemerintah harus sudah mulai lebih serius memperkuat pengamanan siber ini. Jangan sampai data kami lebih aman disimpan di pengembang gim asal China dan Korea dibandingkan di lembaga negara tercinta.

*) Penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement