Senin 22 Jun 2020 14:53 WIB

Sukarno Ditangkap di Halaman Rumah MH Thamrin

Penangkapan Sukarno usai makan malam membuat MH Thamrin tak enak hati.

Presiden Soekarno
Foto: Gahetna.nl
Presiden Soekarno

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar

Sukarno yang lahir di bulan Juni ini, pernah membuat M Husni Thamrin jadi tak enak hati. Kisahnya berawal dari penangkapan Sukarno di halaman rumah Thamrin pada 1 Agustus 1933 dinihari. Thamrin yang anggota Volksraad itu saat itu tak bisa berbuat apa-apa, kemudian mempersoalkan kasus itu di sidang Volksraad.

Kisah ini diungkit lagi pada saat ada penangkapan Amir Syarifuddin pada 29 Juli 1940. Media dan aktivis pergerakan ramai-ramai menyerang Thamrin, hingga Thamrin harus melepaskan posisinya sebagai pimpinan Parindra dan Gabungan Politik Indonesia (Gapi), karena dianggap melakukan pembiaran atas penangkapan Amir saat itu. Gerindo yang dipimpin Amir tergabung di Gapi.

Untuk penangkapan Sukarno, penangkapan itu membuat posisinya tidak enak. Saat itu tengah malam, Sukarno makan malam di rumah Thamrin setelah Sukarno rapat di rumah Mr Sartono, pimpinan Partindo, di Meester Cornelis (Jatinegara).

Pertemuan di Meester Cornelis dalam pengawasan ketat polisi. Sukarno tiba di Jakarta pada 31 Juli 1933 sore, pukul 17.00, untuk rapat Partai Indonesia (Partindo), organisasi yang didirikan Sartono kelanjutan dari PNI yang vakum setelah Sukarno ditangkap Belanda pada 1929.

Polisi yang tak memiliki izin memasuki rumah Thamrin, meminta berbicara dengan Sukarno di luar rumah Thamrin. Itu dilakukan polisi setelah Sukarno selesai makan malam. Saat itulah kemudian Sukarno ditangkap, lalu esok hari dibawa dengan naik kereta api menuju Bandung. Amplop uang dari MH Thamrin untuk istri Sukarno disita polisi.

Rupanya, Belanda takut ada demonstrasi di stasiun Bandung. Karenanya, Sukarno diturunkan di stasiun Padalarang, pada pukul 09.50, lalu dibawa naik mobil menuju penjara Sukamiskin.

Setelah penangkapan Sukarno, telegram pun dikirim Batavia ke daerah-daerah untuk melarang berbagai kegiatan pertemuan Partindo dan melarang peredaran brosur “Mencapai Indonesia Merdeka” karya Sukarno. Tulisan yang diterbitkan Fikiran Ra’jat inilah yang membuat Sukarno ditangkap. Tulisan itu dianggap menebar kebencian kepada pemerintah Hindia Belanda.

Polisi kemudian menggeledah markas Partindo di Bandung, 3.000 brosur “Mencapai Indonesia Merdeka” disita di sana. Toko-toko yang menjual brosur itu juga dirazia polisi.

Di Surabaya, misalnya, begitu mendapat telegram pelarangan brosur itu, polisi segera meluncur ke Toko Buku Trami yang menjualnya. Polisi hanya bisa menyita 15 dari 100 yang dijual di toko ini. Sebanyak 85 brosur lainnya sudah terjual.

Saat berdiskusi di rumah Thamrin, Sukarno diminta mengerem diri untuk sementara karena situasi politik sedang tegang. Di Semarang, pertemuan Partindo dilarang polisi. Lima anggota Partindo, termasuk sekretaris Partindo, ditangkap di Semarang karena pertemuan itu.

Sejak pernyataan dukungan Sukarno dari penjara kepada Partindo pada 1 Apustus 1932, Partindo mendapat banyak dukungan. Akhir Juni 1933, pemerintah sudah melarang pegawai negeri bergabung dengan Partindo atau jika ngotot bergabung harus mengundurkan diri dari kepegawaian.

Sebelum ditangkap polisi di halaman rumah Thamrin, Sukarno sempat bertanya alasan polisi yang meminta bertemu dirinya tengah malam. Polisi menjawab mereka membawa surat penangkapan Sukarno.

“Kami menangkap Anda atas nama hukum," ujar polisi seperti dikutip Soerabaijasch Handelsblad edisi 1 Agustus 1933.

Sukarno pun kemudian bertanya lagi alasan dirinya ditangkap. Tapi polisi itu mengaku tak tahu alasannya, karena mereka hanya menjalankan perintah.

Sukarno kemudian dibawa pergi, meninggalkan Gatot Mangkoepradja dan lainnya, rombongan dari Bandung. Amplop berisi uang dari Thamrin untuk istri Sukarno diambil polisi. Bataviaasch Nieuwsblad edisi 1 Agustus 1933 menyebut polisi meneruskan amplop itu ke alamat yang berhak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement