Senin 22 Jun 2020 12:55 WIB

Pengurangan Risiko Covid-19 Bagi Difabel, Perlu Dukungan

Banyak hambatan dalam menjalani pelayanan dalam situasi pandemi covid-1

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Pekerja kaum difabel atau penyandang cacat melakukan aktivitas (Ilustrasi)
Foto: Antara/ Rivan Awal Lingga
Pekerja kaum difabel atau penyandang cacat melakukan aktivitas (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Selama pandemi, penyandang disabilitas harus mendapat layanan yang baik agar terlindungi dari Covid-19. Sehingga, upaya-upaya pengurangan risiko harus didukung penuh pemerintah dan organisasi kemasyarakatan yang peduli.

Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Eva Rahmi Kasim mengatakan, banyak yang telah dilakukan membantu difabel hadapi Covid-19. Bantuan sosial, penerapan protokol dan perubahan kebijakan terkait pelayanan.

Pada tahap awal, dilakukan pencegahan di balai-balai rehabilitasi terpadu, panti-panti dan lembaga kesejahteraan sosial. Lalu, disalurkan bantuan lewat jaring pengaman sosial berbentuk sembako, uang tunai dan mempercepat bantuan reguler.

"Kami banyak belajar dalam situasi pandemi ini baik terkait sistem pelayanan, pelibatan penyandang disabilitas, mekanisme pelayanan dan pendampingannya," kata Eva dalam Covid Talk yang digelar Muhammadiyah Covid-19 Command Centre (MCCC).

Terkait perlindungan terhadap difabel, dia menuturkan, balai-balai atau panti-panti yang dimiliki Kementerian Sosial hanya tempat pelayanan sementara. Eva mengatakan, tempat sesungguhnya hanya ada di masyarakat.

Soal beradaptasi situasi pandemi dalam menjalankan pelayanan, tentu banyak hambatan. Sebab, keharusan melakukan physical distancing, tapi difabel tidak bisa dibatas-batasi seperti mereka harus memakai kursi roda dan lain-lain.

"Itu menjadi hambatan. Namun, dalam situasi seperti ini kami harus memberikan pemahaman baik terhadap penyandang disabilitas sendiri maupun keluarganya. Itu semua butuh proses, waktu dan kerja sama semua pihak" kata Eva.

Wakil Ketua MPM PP Muhammadiyah, Ahmad Ma'ruf mengtakan, program-program yang mereka lakukan dalam pelayanan Covid-19 sejauh ini terbagi jadi tiga. Ada yang bersifat pemberdayaan, karitatif dan advokasi.

"Advokasi kami bareng-bareng koalisi dengan NGO lain mengadvokasi peraturan daerah. Kami mendorong pemerintah daerah melindungi hak-hak para penyandang disabilitas," ujar Ma'ruf.

Untuk pemberdayaan, mereka mendorongnya dari perspektif HAM. Pendekatan HAM dirasa jauh lebih tepat dalam konteks sekarang karena penyandang disabilitas itu kehilangan hak-hak dasarnya baik pendidikan, ekonomi, maupun politik.

"Terlebih, biasanya orang memandang kaum difabel karena rasa iba, padahal mereka punya hak yang sama. Prinsipnya, penyandang disabilitas jangan ditempatkan sebagai obyek, tapi harus sebagai subyek," kata Ma'ruf.

Ketua Divisi Disabilitas MPM PP Muhammadiyah, Arni Suwanti menambahkan, ada dua garis besar yang setidaknya sudah dilakukan Muhammadiyah. Mulai advokasi kebijakan sampai pendampingan langsung kepada penyandang disabilitas.

Menurut Arni, mereka mendorong kebijakan karena jadi payung hukum pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas. Pasalnya, memastikan hak-hak difabel bisa dipenuhi tentu harus ada payung hukum yang bisa menghormati dan melindungi.

Kemudian, pendampingan langsung penyandang disabilitas dilaksanakan seperti fasilitasi dengan pelatihan-pelatihan dan akses pekerjaan. Malah, penyandang disabilitas berpartisipasi pengadaan Alat Perlindungan Diri (APD).

"Mereka bisa membuat hazmat dan masker yang tentu meringankan beban mereka pada masa sulit ini," ujar Arni.

Selama ini, pengadaan APD melibatkan penyandang disabilitas dan dilaksanakan di DIY untuk memenuhi kebutuhan Rumah Sakit Muhammadiyah dan Aisyiyah (RSMA). Tentunya, untuk penanganan perawatan pasien Covid-19. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement