Ahad 21 Jun 2020 11:14 WIB

PSBB Surabaya Jilid Empat Dinilai Tidak Perlu

Ketua IDI Jatim menilai PSBB Surabaya jilid empat tidak perlu diberlakukan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bayu Hermawan
PSBB Kota Surabaya (ilustrasi)
Foto: Antara/Didik Suhartono
PSBB Kota Surabaya (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jawa Timur Sutrisno menilai, Surabaya Raya tidak perlu menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lanjutan meski kasus Covid-19 belum bisa dikendalikan. Menurutnya, yang lebih penting dari PSBB adalah mendisiplinkan masyarakat dalam menerapkan protokol pencegahan penularan Covid-19.

"Jadi menurut saya yang paling penting adalah kedisiplinan masyarakat. Walaupun ada PSBB tapi masyarakat tidak disiplin protokol kesehatan ya sama saja," kata Sutrisno dikonfirmasi Ahad (21/6).

Baca Juga

Sutrisno melanjutkan, dari hasil evaluasi epidemiolog, kepolisian dan kalangan independen menunjukkan, tingkat kedisiplinan masyarakat terhadap protokol kesehatan di Surabaya Raya masih rendah. Menurutnya, hal itu lah yang membuat kasus Covid-19 di wilayah setempat terus meningkat.

Selain pendisiplinan protokol kesehatan, Sutrisno juga meminta pemerintah daerah lebih lebih masif melakukan tes, baik rapid test maupun tes PCR (Polymerase Chain Reaction). Menurutnya, cara tersebut juga bisa menjadi solusi tepat menekan penularan Covid-19, ketimbang PSBB.

"Kuratif dan perawatannya juga harus bagus, serta tracing (penelusuran) yang efisien dan tepat. Dengan itu nanti baru bisa mengatasi angka kasus yang terus naik. Jadi bukan PSBB-nya," ujarnya.

Pemerintah daerah, lanjut Sutrisno juga harus memaksimalkan peran kampung tangguh yang menurutnya akan sangat efektif untuk mengedukasi masyarakat jika digerakkan secara optimal. Menurutnya, gerakkan dari unit terkecil, mulai RT, RW, dan kampung, jika diefektifkan akan mampu memotong mata rantai penyebaran Covid-19.

"Para tokoh lokal mau berani fokus kepada warganya, mendisiplinkan warga dan melarang orang luar keluar masuk dengan bebas terutama pada jam malam dan melarang kumpul-kumpul," katanya.

Selain itu, yang menurutnya tak kalah penting adalah pengawasan terhadap masyarakat yang sedang melakukan isolasi mandiri. "Isolasi mandiri harus betul-betul diawasi dan kalau perlu juga dibantu kebutuhan hidupnya. Kampung tangguh ini harus diutamakan untuk penerapan disiplin protokol kesehatan itu," ujarnya.

Sebelumnya, Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, Joni Wahyuhadi mengatakan, Pemerintah Kota Surabaya perlu reevaluasi terhadap tren kenaikan kasus positif Covid-19 yang belum melandai. Dengan reevaluasi itu bisa mendapatkan kriteria perlu tidaknya PSBB diterapkan kembali.

"PSBB atau Lockdown bisa dilakukan kalau rate of transmission meningkat. Kita ini mau transisi menuju normal. Tapi kalau ternyata ada rate-nya meningkat lagi atau karena warga tidak peduli lagi kepada protokol kesehatan," kata Joni.

Menurut Joni, tujuan melakukan PSBB kemarin adalah untuk mendorong zona merah menjadi kuning. "Kalau makin banyak merahnya maka direview ulang," katanya.

Joni berpendapat, kabupaten/ kota mempunyai mekanisme review apakah data yang masuk sekarang ini bisa dijadikan landasan berfikir ulang untuk PSBB. Sebab, bukan tidak mungkin setelah Perwali dan Perbub transisi new normal di Surabaya Raya kemudian harus PSBB lagi karena penularan masih tinggi.

Wakil Koordinator Hubungan Masyarakat Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya M. Fikser menegaskan, pihaknya tidak berharap kembali diterapkan PSBB di Surabaya Raya. Maka dari itu, Fikser mengaku pihaknya terus bekerja untuk melakukan pemutusan penyebaran Covid-19. Sehingga ekonimi dapat berjalan, sekaligus penyebaran Covid-19 bisa ditekan.

"Kita bekerja untuk bagaimana supaya hal-hal itu (perpanjangan PSBB) tidak terjadi. Kitapun juga berusaha untuk dua-duanya jalan. Artinya ekonomi pun bergerak, tapi pemutusan rantai penyebaran (Covid-19) pun kita lakukan," ujar Fikser.

Fikser mengakui, untuk melakukan pemutusan penyebaran Covid-19 di Kota Pahlawan bukan sesuatu yang mudah. Maka dari itu, menurutnya perlu keterlibatan masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam upaya tersebut. Kesadaran masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan secara ketat, menurutnya harus terus didorong.

"Makanya kita berharap masyarakat untuk mari sama-sama jangan sampai PSBB itu terjadi lagi di Surabaya. Patuhi protokol kesehatan yang disampaikan pemerintah. Disiplin menjadi kunci untuk tidak terkena Covid-19," ujar Fikser.

Fikser mengatakan, masyarakat Surabaya berkali-kali merasakan PSBB. Saat itu pula, banyak keluhan dari masyarakat yang ingin ekonomi bergerak, sekaligus kesehatan dan keselamatan jiwanya terjaga. Maka, untuk mewujudkan harapan masyarakat tersebut, kuncinya ada pada masyarakat itu sendiri. Yakni untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan.

Fikser melanjutkan, tidak diperpanjangnya PSBB di Surabaya Raya, merupakan bentuk kepercayaan kepada masyarakat Kota Pahlawan. Fikser mengaku, pihaknya terus bekerja agar kepercayaan itu bisa terus dijaga. Yakni dengan melakukan tes secara masif, baik itu rapid test maupun tes swab.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement