Ahad 21 Jun 2020 08:05 WIB

Presiden Mesir Ancam Kirim Pasukan ke Libya

Presiden Mesir menegaskan negaranya berhak ikut campur tangan dalam konflik Libya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Presiden Mesir Abdel Fatah Al Sisi.
Foto: Welt.de
Presiden Mesir Abdel Fatah Al Sisi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir, Abdel Fattah al-Sisi, mengatakan, negaranya memiliki hak yang sah untuk campur tangan dalam konflik di negara tetangga, Libya, Sabtu (20/6). Jika perlu, dia akan memerintahkan pasukannya untuk bersiap melakukan misi di luar negara itu.

Komentar Sisi datang di tengah ketegangan atas intervensi regional yang dilakukan Turki di Libya. Dia juga memperingatkan, pasukan yang setia kepada Government of National Accord (GNA) di Tripoli untuk tidak melewati garis depan saat ini menyerang Libyan National Army (LNA) yang berbasis di Khalifa Haftar.

Baca Juga

Dukungan Turki untuk GNA telah membalikkan serangan 14 bulan di Tripoli oleh pasukan Haftar yang didukung oleh Rusia, Uni Emirat Arab, dan Mesir. "Setiap intervensi langsung dari negara Mesir kini telah memperoleh legitimasi internasional," kata Sisi setelah memeriksa unit militer di pangkalan udara dekat perbatasan dengan Libya.

Sisi mengatakan, Mesir memiliki hak untuk mempertahankan diri setelah menerima ancaman langsung dari milisi teroris dan tentara bayaran yang didukung oleh negara-negara asing. Pernyataan tersebut merujuk langsung kepada beberapa kelompok bersenjata yang setia pada GNA dan didukung oleh Turki.

Menurutnya, tujuan utama dari setiap intervensi termasuk melindungi perbatasan Mesir sepanjang 1.200 km. Sisi mengaku, campur tangannya juga akan membantu mencapai gencatan senjata dan memulihkan stabilitas dan perdamaian di Libya.

Sebelum berpidato, Sisi berbicara dengan beberapa pilot angkatan udara dan personel pasukan khusus di pangkalan. "Bersiaplah untuk melaksanakan misi apa pun, di sini di dalam perbatasan kami, atau jika perlu, di luar perbatasan kami," ujarnya.

UAE dan Arab Saudi menyatakan dukungan untuk keinginan Mesir untuk melindungi keamanan dan perbatasannya. Sedangkan, Turki atau GNA belum memberikan reaksi atas pernyataan tersebut.

Awal bulan ini, Mesir menyerukan gencatan senjata di Libya sebagai bagian dari inisiatif yang juga mengusulkan dewan kepemimpinan terpilih untuk negara itu. Sementara Amerika Serikat, Rusia, dan UEA menyambut baik rencana itu, Turki menolaknya karena dinilai langkah itu hanya upaya untuk menyelamatkan Haftar atas kekalahannya di medan perang.

Sisi mengatakan, Mesir selalu enggan untuk campur tangan di Libya dan menginginkan solusi politik untuk konflik. Namun, dia menilai, situasi saat ini telah berbeda.

"Jika beberapa orang berpikir bahwa mereka dapat melintasi garis depan Sirte-Jufra, ini adalah garis merah bagi kita," katanya di depan beberapa pemimpin suku Libya.

Sisi meminta kedua pihak yang bertikai untuk menghormati garis depan dan kembali ke pembicaraan. Dia juga mengatakan, Mesir dapat memberikan pelatihan dan senjata kepada suku-suku Libya untuk memerangi milisi teroris. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement