Sabtu 20 Jun 2020 09:08 WIB

Temuan Prakerja KPK Diminta Lanjut ke Proses Hukum

Kartu Prakerja berpotensi menguapkan uang negara yang sangat besar untuk dikorupsi.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan hasil kajian Program Kartu Prakerja, di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (18/6). KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam 4 aspek terkait tata laksana sehingga pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program, yaitu terkait Proses Pendaftaran, Kemitraan dengan Platform Digital, Materi Pelatihan dan Pelaksanaan Program
Foto: Prayogi/Republika
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memberikan keterangan hasil kajian Program Kartu Prakerja, di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (18/6). KPK menemukan sejumlah permasalahan dalam 4 aspek terkait tata laksana sehingga pemerintah perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program, yaitu terkait Proses Pendaftaran, Kemitraan dengan Platform Digital, Materi Pelatihan dan Pelaksanaan Program

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III (Hukum) DPR RI Didik Mukrianto mengaku tak terkejut dengan temuan dan rekomendasi KPK soal Kartu Prakerja. Politikus Demokrat itu berharap penyimpangan itu juga diambil tindakan hukum.

"Kalau KPK sudah menemukan indikasi adanya penyimpangan dan bahkan korupsi, jangan ragu-ragu untuk melakukan penindakan. Segera tangkap dan adili para perampok dan penikmat uang negara," kata Didik pada Republika.co.id, Sabtu (20/6).

Baca Juga

Ia berharap, KPK tak lelah untuk memberantas korupsi. Terlebih, di di saat negara sedang mengalami kesulitan. "Jangan pernah mentoleransi upaya perampokan uang negara," ujarnya.

Didik mengingatkan, sepanjang ada unsur perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, memperkaya diri sendiri dan/atau orang lain atau korporasi, dan merugikan keuangan negara atau perekonomian negara harus ditindak.

"Harusnya KPK tidak ragu untuk menindak. Korupsi saat darurat bencana merupakan adalah bagian moral hazard yang sangat memilukan dan memalukan buat bangsa ini," ujar dia.

Didik berharap KPK bisa bergerak lebih tegas dan konstruktif terkait dengan potensi penyimpangan pelaksanaan Kartu Prakerja. Sebab, pelaksanaannya  berpotensi menguapkan uang negara yang sangat besar untuk dikorupsi.

Didik menyebutkan, kekhawatiran telah muncul di Komisi III soal Prakerja terkait potensi konflik kepentingan, potensi penunjukan kemitraan tanpa melalui mekanisme tender, potensi dagang pengaruh, dan transparansi, serta akuntabilitasnya yang dianggap tidak terpenuhi, padahal melibatkan keuangan negara yang amat sangat besar.

"Secara kasat mata dan pemikiran telanjang sebetulnya sejak awal harusnya bisa diprediksi tentang potensi penyimpangan tersebut," kata Didik.

Didik mengaku telah mengingatkan KPK untuk melakukan kajian, analisa, dan pengawasan yang ketat dengan melibatkan PPATK, dan BPK untuk mencegah munculnya penyimpangan, abuse of power dan korupsi. Melihat proses dan mekanisme pelaksanaan Kartu Prakerja, potensinya sangat rawan dan ramah terhadap korupsi.

Sebelumnya, KPK mengumumkan hasil kajian terhadap program Kartu Prakerja. Ada sejumlah rekomendasi yang salah satunya menyoroti konflik kepentingan platform penyedia pelatihan Prakerja.

KPK meminta pemerintah meminta pendapat hukum atau legal opinion kepada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejaksaan Agung RI tentang kerja sama dengan delapan platform digital itu, apakah, kedelapan kerja sama platform itu termasuk dalam cakupan pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Mereka adalah Tokopedia, Bukalapak, Pijar Mahir, Sekolah.mu, Pintaria, Skill Academy, MauBelajarApa, dan Kementerian Tenaga Kerja.

"Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan Lembaga Penyedia Pelatihan. Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia adalah milik Lembaga Penyedia Pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, dalam paparannya, Kamis (18/6).

Rekomendasi lainnya terkait penggunaan pengenalan wajah atau face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta. Dengan anggaran Rp30,8 miliar, kebutuhan tersebut dinilai tidak efisien. KPK menilai penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai.

Selanjutnya terkait dengan kurasi materi pelatihan. Menurut KPK, kurasi itu tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai, sebab pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.

KPK juga meminta pelatihan yang sebenarnya sudah ada secara gratis di Internet tak perlu dimasukkan dalam bagian dari Prakerja. Pelaksanaan pelatihan daring juga harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement