Jumat 19 Jun 2020 05:21 WIB

'Kemuliaan' RUU HIP dan Kekecewaan PDIP

PDIP kecewa terhadap fraksi parpol di DPR yang tiba-tiba menolak RUU HIP.

Aria Bima
Foto: antara
Aria Bima

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar

Rancangan undang-undang haluan ideologi Pancasila (RUU HIP) yang telah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR pada 12 Mei lalu saat ini tengah ditunda pembahasannya atas permintaan dari pemerintah. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sebagai pengusul RUU HIP akhirnya buka suara.

Baca Juga

Pada Kamis (18/6), dalam forum rapat paripurna DPR, anggota Fraksi PDIP, Aria Bima, buka suara terkait pro-kontra yang mengiringi perjalanan RUU HIP. Ia menyampaikan kekecewaannya kepada fraksi partai politik di DPR yang tiba-tiba menolak RUU HIP.

Pasalnya, RUU HIP sudah disetujui di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR dan disepakati oleh kelompok fraksi (poksi) di dalamnya, untuk dibawa ke forum paripurna. Aria mengeklaim tidak ada fraksi yang menyatakan keberatannya agar RUU HIP disahkan menjadi RUU inisiatif DPR.

“RUU itu inisiatif DPR, yang prosesnya berawal dari kesepakatan fraksi-fraksi yang muncul dari Baleg, yang dibawa ke paripurna, termasuk fraksinya Pak Habib Aboe Bakar (PKS),” ujar Aria di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6).

Maka dari itu, ia mempertanyakan sikap fraksi lain yang tiba-tiba menolak RUU HIP dan menyalahkan pihak atau partai yang mengusulkan dan mendukung RUU tersebut. “Ini kan lucu. Dari proses di Baleg, pandangan dari poksi-poksinya juga menyetujui untuk dibawa ke paripurna. Tapi, seolah-olah di publik lepas tangan begitu saja,” ujar Aria.

Jikalau ingin membatalkan pembahasan RUU HIP, ia berharap agar prosesnya melewati mekanisme yang telah diatur. Jangan tiba-tiba membatalkannya ketika banyak pihak dan organisasi masyarakat yang menentang poin-poin yang berada di dalamnya.

“Saya mohon kepada pimpinan (DPR) untuk mengembalikan pada proses jalannya persidangan, bagaimana undang-undang itu perlu dimatangkan kembali,” ujar Wakil Ketua Komisi VI DPR itu.

Selain itu, Aria menilai RUU HIP memiliki tujuan yang mulia atas pengusulannya agar ideologi Pancasila tetap relevan untuk masyarakat Indonesia dalam menghadapi tantangan global saat ini. "Sejauh yang saya ketahui RUU ini (HIP) sangat mulia. Pancasila sebagai ideologi yang statis ideologi yang membangun bangsa ini, ideologi yang menjadi dasar bangsa ini," ujar Aria.

Pancasila, menurut dia, juga sebagai ideologi yang dinamis, bertujuan untuk menghadapi kemajuan zaman yang selalu berkembang, agar masyarakat Indonesia tak tercemar ideologi lain, seperti komunisme/marxisme-leninisme. "Pancasila menjawab dalam kemajuan zaman yang selalu ada berbagai kompleksitas. Tetapi, kalau ada yang melihat tafsir-tafsir lain, saya rasa itu dinamika," ujar Aria.

Dalam draf, RUU HIP disebut sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Hal itu dinilai perlu untuk menerapkan kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pertahanan, dan keamanan.

Di dalam pasal 2 draf RUU HIP dijelaskan, haluan ideologi Pancasila terdiri atas pokok-pokok pikiran haluan ideologi Pancasila; tujuan, sendi pokok, dan ciri pokok Pancasila; masyarakat Pancasila; demokrasi politik Pancasila; dan demokrasi ekonomi Pancasila. Pasal 4 poin (a) menjelaskan bahwa RUU HIP bertujuan sebagai pedoman bagi penyelenggara negara dalam menyusun kebijakan, perencanaan, perumusan, harmonisasi, sinkronisasi, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap program pembangunan nasional di berbagai bidang, baik di pusat maupun di daerah, yang berlandaskan pada nilai-nilai dasar Pancasila.

Adapun yang dipermasalahkan terdapat di dalam pasal 7. Ayat (2) pasal itu menjelaskan bahwa ciri pokok Pancasila berupa Trisila. Ketiganya adalah “sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan”. Kemudian, pasal 7 ayat (3) menyatakan bahwa Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong.

Gagasan Ekasila tersebut pertama kali disampaikan Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 1 Juni 1945. Selain Pancasila, saat itu Sukarno juga memberikan pilihan penyederhanaan dasar negara menjadi "Trisila" (socio-nationalisme, socio-demokratie, serta ketuhanan) dan kemudian "Ekasila" (gotong royong).

Fraksi PKS di DPR menjadi pihak yang sejak awal menolak pembahasan RUU HIP. Melihat pemerintah yang memutuskan untuk menunda pembahasannya, anggota Fraksi PKS DPR, Aboe Bakar Alhabsyi, mengaku bahagia mendengar keputusan tersebut.

"Pemerintah sudah menyatakan akan menunda pembahasan rancangan undang-undang ini. Saya bangga dan bahagia. Tentunya kita harus bijak menyikapi ini," ujar Aboe di Gedung Nusantara II, Kompeks Parlemen, Jakarta, Kamis (18/6).

Sudah sewajarnya juga DPR menunda pembahasan RUU HIP. Pasalnya, sudah banyak penolakan dari berbagai pihak yang menilai RUU tersebut justru mendegradasi nilai Pancasila. Untuk itu, ia mendesak DPR segera membatalkan pembahasan RUU HIP agar legislator juga dapat fokus pada hal-hal yang berkaitan dengan penanganan virus Covid-19.

"Alangkah lebih baik jika kita batalkan saja rancangan undang-undang ini. Kita sampaikan kepada publik bahwa RUU ini akan didrop," ujar Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR itu.

Pemerintah diketahui memutuskan untuk menunda membahas RUU HIP. Pemerintah pun meminta DPR untuk lebih dahulu menyerap aspirasi masyarakat tentang RUU yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat itu.

Sementara itu, Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, saat ini pemerintah masih fokus terhadap penanganan pandemi Covid-19. Menurut dia, ia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) diminta untuk menyampaikan informasi tersebut ke publik.

"Pemerintah masih lebih fokus dulu untuk menghadapi pandemi Covid-19. Menko Polhukam dan Menkumham diminta menyampaikan ini," kata Mahfud.

photo
Kontroversi perjalanan BPIP. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement