Kamis 18 Jun 2020 22:50 WIB

Polri: Belum Ada Penambahan Tersangka Kasus ABK Kapal China

Polri sebut belum ada penambahan tersangka kasus dugaan perbudakan ABK kapal China.

Rep: Haura Hafizhah / Red: Bayu Hermawan
Ilustrasi Borgol
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Ilustrasi Borgol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Kepulauan Riau (Kepri) Kombes Pol Arie Darmanto mengatakan belum ada penambahan tersangka terkait kasus dua Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia yang nekat melompat ke laut Selat Malaka dari kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901. Sebab, pihaknya menunggu koordinasi dari beberapa instansi yaitu salah satunya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu).

"Belum ada penambahan tersangka lagi karena kami masih tunggu dan koordinasi dengan beberapa instansi yaitu Kemenlu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan interpol," katanya saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (18/6).

Baca Juga

Sebelumnya diketahui, Kepala Bidang Humas Polda Kepulauan Riau (Kepri) Kombes Pol Harry Goldenhardt mengatakan, kasus dua ABK WNI Indonesia yang nekat melompat ke laut Selat Malaka dari kapal Fu Lu Qing Yuan Yu 901 merupakan kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Sebab, para tersangka menjanjikan kedua ABK mendapatkan gaji yang besar. Namun, nyatanya ABK tersebut tidak digaji dan mendapatkan perlakuan kekerasan.

"Para tersangka ada yang ditahan di Polda Metro Jaya (PMJ) dan Polda Kepri. Totalnya tujuh tersangka," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id di Jakarta, Selasa (16/6). 

Mereka (tersangka) melakukan perekrutan Pekerja Migran Indonesia (PMI) untuk dipekerjakan di Korea Selatan sebagai buruh pabrik dengan iming-iming mendapatkan gaji sebesar Rp 25 juta sampai dengan Rp 50 juta perbulannya. Dengan persyaratan membayar biaya pengurusan sebesar Rp 50 juta per orang.

Namun, kata Harry, pada kenyataannya para korban dipekerjakan sebagai ABK di kapal penangkap ikan/cumi Yu-Qing Yuan Yu 901 yang berbendera China tanpa mendapatkan gaji selama kurang lebih empat sampai dengan tujuh bulan. Lalu, selama bekerja para korban mendapatkan perlakukan keras dan pemaksaan dari kru kapal. 

Harry mengungkapkan, dari hasil penelusuran dan penyelidikan bahwa yang melakukan pengurusan dan pemberangkatan korban untuk bekerja sebagai ABK kapal adalah sebuah perusahaan atas nama PT Mandiri Tunggal Bahari sebagai perekrut Pekerja Migran Indonesia atau ABK yang tidak memiliki ijin. 

"Dimana pada tanggal 18 mei 2020, direktur dan Komisaris PT tersebut telah resmi ditahan oleh ditreskrimum polda Jawa Tengah pada kasus perekrutan dan penempatan pekerja migran indonesia tanpa ijin/ illegal," katanya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement