Kamis 18 Jun 2020 22:30 WIB

Legislator Kritisi Wacana Peleburan Pendidikan Agama dan PKN

Peserta didik diajarkan sesuai dengan agama siswa itu sendiri.

Rep: Ali Mansur/ Red: Muhammad Fakhruddin
Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)
Foto: Republika TV
Pendidikan agama pada anak (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Zainuddin Maliki menyoroti wacana peleburan mata pelajaran agama dengan Pendidikan Kewarganegaraan (PKN). Menurutnya menilai peleburan kedua mata pelajaran tersebut tidak kontekstual dan ahistoris. Ia menduga masalah ini memang belum dilemparkan ke publik. 

"Pemikiran seperti itu tidak memiliki akar budaya, akar kehidupan bangsa Indonesia yang religius. Wacana tersebut sudah menjadi pembahasan dalam FGD secara terbatas yang dilaksanakan Kemendikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)," ungkap Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) kepada Republika.co.id, Kamis (18/6).

Menurut Zainuddin, jika benar-benar dilebur maka pastinya jam pelajarannya akan dikurangi. Begitu juga dengan mata pelajaran budi pekerti atau PKN, jamnya akan menjadi sangat sedikit. Ini tidak mencerminkan akar budaya bangsa. Padahal para founding father bangsa ini dalam merumuskan Pancasila itu menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa pada sila pertama. Hal itu berangkat dari peta dan akar budaya bangsa Indonesia yang religius. 

"Memang ada negara-negara barat yang menjadikan agama tidak dijadikan sebagai mata pelajaran, tetapi akar budaya mereka berbeda dengan yang dimiliki bangsa Indonesia," terang Zainuddin.

Di Inggris saja, lanjut Zainuddin, ketika dirinya berkunjung ke SMA Trinity di London, bahwa pelajaran agama itu diajarkan di Inggris mulai SD sampai Perguruan Tinggi. Karena siswanya memiliki latar belakang agama yang berbeda-beda, maka di dalam buku agama itu ada pelajaran berbagai agama. Meski dihimpun dalam satu buku, masing-masing agama ditulis dalam bab sendiri-sendiri. 

Sebenarnya, kata Zainuddin, UU Sisdiknas kita sebenarnya juga mengacu konsep seperti itu. Jadi mata pelajaran agama, peserta didik diajarkan sesuai dengan agama siswa itu sendiri.  Misalnya, ada di madrasah, ada anak Katolik sekolah di madrasah itu harus dijarkan agama Katolik di situ walaupun hanya satu orang. Begitu juga sebaliknya, kalau ada orang Islam sekolah di sekolah Katolik, maka di sekolah itu harus mengajarkan agama Islam untuk siswa tersebut. 

"Inggris saja menempatkan agama secara khusus seperti itu. Lah, Indonesia yang punya akar budaya bangsa yang religius. Saya kira haruslah agama mendapatkan porsi yang proporsional di dalam kurikulum kita," tegasnya. 

Selanjutnya, karena ide dan gagasan ini belum digulirkan, Zainuddin mengingatkan jangan sampai ada pemikiran untuk meleburkan mata pelajaran agama dengan PKN. Juga jangan ada pemikiran kurikulum itu disusun tidak berangkat dari akar budaya bangsa yang religius. Namun, ia menanggap Kemendikbud tidak memiliki pemikiran seperti itu. 

"Tetapi kalau ada pemikiran seperti itu, maka ini sama dengan mencabut pendidikan dari akar budaya bangsa yang religius dan bisa menjerumuskan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang sekuler," tutup Zainuddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement