Rabu 17 Jun 2020 17:25 WIB

Sambut New Normal, Sektor Wisata Perlu Jalani Prinsip 3A

Pariwisata merupakan satu-kesatuan, dimana banyak aspek yang saling tergantung.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Fuji Pratiwi
Sapta Nirwandar.  Sapta Nirwandar mengatakan, untuk menghidupkan kembali sektor wisata, perlu prinsip 3A, yaitu Access (Akses), Amenity (Fasilitas), dan Attractiveness (Daya tarik) sebagai tolok ukur penerapan new normal.
Foto: Republika/Prayogi
Sapta Nirwandar. Sapta Nirwandar mengatakan, untuk menghidupkan kembali sektor wisata, perlu prinsip 3A, yaitu Access (Akses), Amenity (Fasilitas), dan Attractiveness (Daya tarik) sebagai tolok ukur penerapan new normal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- New normal mulai diterapkan di berbagai sektor, termasuk wisata. Menghadapi itu, pelaku industri wisata harus memerhatikan prinsip 3A dengan menerapkan protokol kesehatan.

Ketua Indonesia Halal Lifestyle Center (IHLC), Sapta Nirwandar mengatakan, pariwisata merupakan satu-kesatuan, dimana banyak aspek yang saling tergantung. Untuk menghidupkan kembali sektor wisata, perlu prinsip 3A, yaitu Access (Akses), Amenity (Fasilitas), dan Attractiveness (Daya tarik) sebagai tolok ukur penerapan new normal.

Baca Juga

Sapta menjelaskan, aspek Akses mencangkup moda transportasi. Penggunaan alat-alat penunjang serta pengaplikasian protokol kesehatan sangat penting diterapkan untuk mencegah penyebaran virus. "Bukan hanya di tempat-tempat seperti bandara, terminal maupun stasiun, kabin pesawat, gerbong kereta juga dek kapal perlu disterilkan," kata Sapta, Rabu (17/6).

Amenity atau fasilitas juga menjadi faktor yang tidak dapat diabaikan. Berbagai fasilitas akomodasi seperti penginapan hingga restoran perlu menerapkan protokol kesehatan yang sesuai dengan sistem penerapan new normal. Hotel perlu menerapkan protokol kesehatan yang baru, mulai dari sistem check in dan pembayaran yang touchless serta fasilitas kamar yang juga harus didesinfeksi. 

Restoran juga tidak bisa lagi menyajikan menu prasmanan (buffet). "Harus diatur adanya social distancing agar risiko penularan Covid-19 dapat ditekan semaksimal mungkin," ujar Sapta.

Terakhir adalah Attractiveness atau daya tarik. Menurut Sapta, daya tarik wisata tergantung pada fokus masing-masing situs wisata. Salah satunya daya tarik sejarah yang ditawarkan Museum Fatahillah atau Monumen Nasional (Monas).

Untuk menyiasatinya, penyelenggara harus menerapkan protokol kesehatan untuk menjamin minimnya resiko penyebaran virus antar pengunjung. Yang bisa dilakukan salah satunya mengurangi kuota pengunjung dengan menerapkan pemesanan tiket online.

"Yang agak sulit mungkin tempat tempat wisata publik sehingga perlu adanya sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat," kata Sapta.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement