Selasa 16 Jun 2020 19:51 WIB

Sekolah Zona Hijau Dibuka, Epidemiolog Ingatkan Pemerintah

Membuka kembali sekolah pada masa pandemi Covid-19 tidak sesederhana membuka mal.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Siswa baru mencuci tangan sebelum berada di lingkungan sekolah saat Simulasi Normal Baru di SMK Kesehatan Mandala Bhakti, Solo, Jawa Tengah, Selasa (16/6/2020). Kegiatan tersebut untuk memberikan gambaran kepada siswa didik baru saat mulai kembali bersekolah dengan tatanan normal baru menerapkan protokol kesehatan ketika berada di lingkungan sekolah
Foto: ANTARA/MOHAMMAD AYUDHA
Siswa baru mencuci tangan sebelum berada di lingkungan sekolah saat Simulasi Normal Baru di SMK Kesehatan Mandala Bhakti, Solo, Jawa Tengah, Selasa (16/6/2020). Kegiatan tersebut untuk memberikan gambaran kepada siswa didik baru saat mulai kembali bersekolah dengan tatanan normal baru menerapkan protokol kesehatan ketika berada di lingkungan sekolah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ahli epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman mengingatkan pemerintah untuk berhati-hati terkait pembukaan sekolah. Dia mengatakan, pembukaan fasilitas pendidikan harus diputuskan secara matang dan bijak kecuali kondisi pandemi secara umum sudah terkendali.

"Kriteria membuka sekolah dalam situasi pandemi tidak sesederhana seperti membuka shopping mall," kata Dicky Budiman di Jakarta, Selasa (16/6).

Baca Juga

Menurutnya, pembukaan sekolah juga menyangkut dua kelompok usia yang memiliki risiko dan karakteristik berbeda. Lanjutnya, kelompok itu yakni para siswa dan para guru/staf sekolah yang bisa jadi kelompok berisiko karena adanya komorbiditas.

Dia mengatakan, faktanya saat ini secara umum pengendalian pandemi di Indonesia saat ini belum optimal dan masih menuju kurva puncak. Sebabnya, dia mengatakan, sekolah adalah contoh salah satu lingkungan yang harus diberi perlakuan khusus dalam situasi pandemi.

"Selain adanya kelompok anak dan dewasa di sana, juga karena interaksi ini terjadi di ruangan tertutup yang secara teori dan fakta riset Covid, kondisi indoor jauh lebih berisiko dibanding outdoor," katanya.

Lebih jauh, dia menjelaskan bahwa kondisi mental anak berbeda dengan orang dewasa saat menghadapi pandemi. Dia mengatakan, anak-anak belum tentu langsung siap masuk sekolah apalagi sebelumnya dalam situasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Sehingga harus ada program transisi tepat yang menyiapkan anak-anak secara mental, perilaku dan fisiknya karena kasus di berbagai negara sudah terbukti bahwa dampak psikologis terhadap anak ini serius," katanya.

Dia mengungkapkan, studi terbaru kasus Covid-19 pada anak menemukan potensi kalau mereka terinfeksi bukan hanya pada paru, tapi juga ginjal. Dia mengatakan, anak bukanlah kelompok yang tidak berisiko karena sebelumnya ada manifestasi multisistem inflammatory syndrome.

Pada Senin (15/6), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah merilis pedoman pembelajaran dalam era normal baru. Dalam pedoman itu, sekolah yang bisa melakukan pembelajaran tatap muka hanya yang berada di zona hijau.

Meskipun boleh dibuka, sekolah di zona hijau tetap harus melalui protokol yang sangat ketat. Persetujuan dari pemerintah daerah hingga kesiapan satuan pendidikan menjadi pertimbangan anak boleh mengikuti pembelajaran tatap muka atau tidak.

Pembukaan sekolah pun dilakukan bertahap. Untuk bulan pertama, sekolah yang dibuka untuk jenjang SMA/MA/SMK dan SMP/MTS jumlahnya sekitar 2,2 persen peserta didik di zona hijau.

Bulan ketiga, selanjutnya sekolah dibuka untuk jenjang SD/MI dan SLB. Jumlahnya sekitar 2,9 persen dari peserta didik di zona hijau. Selanjutnya pada bulan kelima, sekolah untuk jenjang PAUD dan nonformal dibuka. Jumlahnya sekitar 0,7 persen siswa di zona hijau.

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai, kebijakan pemerintah terkait pembukaan sekolah secara bertahap sudah benar. Namun, PGRI menilai bahwa akan lebih baik lagi kalau pembukaan sekolah dilakukan bukan dari tingkat menengah melainkan perguruan tinggi terlebih dahulu.

Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara mengatakan, yang disebut adaptasi kebiasaan baru sesungguhnya cocok kepada orang dewasa atau identik dengan usia 17 tahun ke atas. Menurutnya, pembukaan fasilitas pendidikan seharusnya dimulai dari mahasiswa karena mereka sudah dewasa.

"Saran saya harus lebih hati-hati dan kalau mau dimulai dari mahasiswa, mereka aman baru terus turun ke tingkatan yang lebih bawah lagi," katanya.

photo
New Normal di Sekolah - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement