Selasa 16 Jun 2020 16:43 WIB

Indonesia Hardiri Sidang Informal ke-2 IMO

Sesi informal ini merupakan sesi kedua setelah sesi pertama dilaksanakan pada tanggal

Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kembali menghadiri Sesi Informal ke-2 IMO Council Extraordinary atau Sidang Council Luar Biasa ke-32 pada Senin sore (15/6).
Foto: Humas Ditjen Hubla
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kembali menghadiri Sesi Informal ke-2 IMO Council Extraordinary atau Sidang Council Luar Biasa ke-32 pada Senin sore (15/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebagai salah satu anggota Dewan International Maritime Organization (IMO), Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan Cq. Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kembali menghadiri Sesi Informal ke-2 IMO Council Extraordinary atau Sidang Council Luar Biasa ke-32 pada Senin sore (15/6).

Sesi informal ini merupakan sesi kedua setelah sesi pertama dilaksanakan pada tanggal 26 Mei 2020 lalu dan akan dilanjutkan dengan sesi ke-3 pada tanggal 25 Juni 2020 dan sesi ke-4 tanggal 3 Juli 2020 mendatang.

Demikian disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Arif Toha, selaku Head of Delegation (HoD) Indonesia pada Pertemuan dimaksud. “Seperti pada sesi informal pertama, sesi kedua ini masih melanjutkan pembahasan agenda pada sesi informal pertama, dengan menitikberatkan pembahasan pada agenda 3, yaitu prioritas dan rekonstruksi jadwal pertemuan IMO,” ungkap Arif dalam keterangannya yang diterima Republika.co.id, Selasa (16/6).

Arif menjelaskan, bahwa mayoritas anggota Dewan IMO pada prinsipnya menyetujui draf rekonstruksi terhadap pelaksanaan pertemuan/Sidang IMO, di mana Pertemuan/Sidang C 124, ISWG GHG 7, MEPC 75 dan MSC 102 diberikan prioritas tertinggi.

“Kami sudah sampaikan dukungan Indonesia untuk tidak mengadakan pertemuan/sidang IMO pada Agustus 2020 dan sepakat dengan Sidang-Sidang yang dijadikan prioritas. Selain itu, kami usulkan juga agar dewan meninjau proposal prioritas sidang yang lain dan mengeksplorasi pilihan-pilihan lain untuk mengadakan sesi informal secara virtual atau secara korespondensi seperti yang sedang kita lakukan sekarang ini,” ujar Arif.

Tentunya, pertemuan virtual atau korenspondensi ini juga harus mempertimbangkan masalah perbedaan waktu, batas partisipasi online serta kapasitas teknis, dengan tetap menjaga transparansi dan inklusifitas, yang akan dibahas lebih lanjut di Agenda Council Extraordinary ke-32.

Sementara itu, Kepala Sub Direktorat Angkutan Laut Luar Negeri, Yudhonur Setyadji selaku Alternate HoD Indonesia mengatakan, Indonesia juga mengusulkan pengaturan sidang yang seragam sehubungan dengan waktu penjadwalan, periode dan frekuensi Sidang, serta mempertimbangkan kemampuan dan kapasitas untuk mengakomodasi partisipasi dari delegasi.

“Selain itu, penting juga untuk mengembangkan prosedur kesehatan dan keselamatan sesuai dengan protokol kesehatan WHO terkait dengan seberapa besar Sidang, social distancing, sanitasi dan kebersihan pribadi,” tutur Yudho.

Indonesia secara prinsip juga menyetujui proposal dari negara anggota lain untuk mengembangkan rencana pemulihan holistik untuk mendukung kemajuan dan pekerjaan Organisasi selama masa pandemi Covid 19 dan setelahnya. 

“Manajemen risiko dan rencana darurat juga harus dikembangkan sesegera mungkin untuk memperhitungkan kemungkinan bahwa kita mungkin tidak dapat menyelenggarakan sidang regular pada sampai dengan bulan Oktober atau kuartal keempat tahun 2020,” tukas Yudho.

Lebih lanjut, menurut Yudho, Indonesia juga mendukung agar item-item agenda pada setiap pertemuan diubah dan difokuskan pada hasil yang disetujui berdasarkan rencana strategis, yang ditargetkan akan selesai selama dua tahun 2020-2021.

“Kami mendorong pelaksanaan sidang secara informal atas kebijakan para pejabat Komite terkait, didukung dengan tersedianya sarana yang layak dengan tetap mempertimbangkan sejumlah faktor, antara lain kesempatan yang sama, transparansi, efektivitas, solusi teknis, serta keamanan data,” ujar Yudho.

Indonesia juga mendukung Sekretariat IMO untuk menyiapkan hal-hal yang akan segera dilaksanakan menyangkut amandemen-amandemen terhadap instrument wajib IMO yang telah dijadwalkan untuk disetujui dan diadopsi.

“Adapun terkait dengan hasil dari pertemuan informal ini, Indonesia telah menyampaikan pandangannya, bahwa ringkasan pertemuan ini hanya merupakan cerminan dari pandangan-pandangan yang diungkapkan oleh para Negara Anggota, namun tidak bersifat mengikat,” tutup Yudho.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement