Selasa 16 Jun 2020 16:23 WIB

PGRI Minta Jangan Sampai Ada Siswa tidak Naik Kelas

Anak jangan dijadikan korban akibat kebijakan pemerintah dan kondisi pandemi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Ratna Puspita
Seorang murid sekolah dasar mengerjakan soal Ujian Akhir Semester (UAS) Genap di rumahnya (Ilustrasi). Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar tidak ada pelajar yang tidak naik kelas.
Foto: Antara/Arnas Padda
Seorang murid sekolah dasar mengerjakan soal Ujian Akhir Semester (UAS) Genap di rumahnya (Ilustrasi). Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar tidak ada pelajar yang tidak naik kelas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) meminta agar tidak ada pelajar yang tidak naik kelas. PGRI berpendapat anak jangan dijadikan korban akibat berbagai kebijakan yang dibuat pemerintah dan kondisi pandemi saat ini.

"Saya lebih sepakat anak tidak ada yang tidak naik kelas karena suasana seperti ini, jadi anak lebih baik dibantu dan diberi kemudahan," kata Ketua PB PGRI Dudung Nurullah Koswara kepada Republika di Jakarta, Selasa (16/6).

Baca Juga

Dia mengatakan, sekolah merupakan layanan terhadap anak didik dan kenaikan kelas adalah masalah kepentingan akademik. Dia menjelaskan, tinggal kelas merupakan tanggung jawab orang tua dan guru terlebih era pandemi Covid-19 saat ini.

Dia mengatakan, harus ada komunikasi layanan yang lebih maksimal serta melebur antara kedua kubu tersebut. Lanjutnya, hal itu mengingat Indonesia saat ini sedang tidak dalam kondisi kegiatan belajar mengajar normal atau ideal.

Dia meminta agar anak jangan dikorbankan karena keterbatasan orang tua dan guru sehingga dia tidak bisa naik kelas. Dia mengatakan, anak jangan dibuat stress karena pandemi Covid-19 ditambah stress karena kondisi di rumah.

"Jadi jangan korbankan anak. Sekolah, guru dan orang tua wajib membuat anak bagaimana caranya harus naik kelas," katanya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah merilis pedoman pembelajaran dalam era normal baru. Dalam pedoman itu, sekolah yang bisa melakukan pembelajaran tatap muka hanya yang berada di zona hijau.

Meski boleh dibuka, sekolah di zona hijau tetap harus melalui protokol yang sangat ketat. Persetujuan dari pemerintah daerah hingga kesiapan satuan pendidikan menjadi pertimbangan anak boleh mengikuti pembelajaran tatap muka atau tidak.

Selain itu, meski seluruh perizinan tersebut sudah terpenuhi, ada syarat terakhir yang tidak boleh terlewat. Orang tua murid harus setuju untuk anaknya pergi ke sekolah melakukan pembelajaran tatap muka. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement