Jumat 12 Jun 2020 20:16 WIB

Lindungi Industri Garmen, Kemenperin akan Terapkan Safeguard

Produk garmen impor banyak menyerbu pasar Indonesia.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)
Foto: KBRI Roma
Pabrik tekstil di Indonesia (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen melindungi industri garmen nasional dari gempuran produk impor. Salah satu langkah yang diambil yakni penerapan tindakan pengamanan atau safeguard, demi menjaga pasar garmen di dalam negeri.

“Kemenperin akan memberikan perlindungan melalui penerapan safeguard bagi industri garmen. Safeguard ini kami usulkan karena terjadi peningkatan impor di sektor ini dalam tiga tahun terakhir,” ujar Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kemenperin Gati Wibawaningsih di Jakarta, Jumat, (12/6).

Baca Juga

Menurut data BPS yang diolah Kemenperin, pada periode 2017 sampai 2019, angka impor produk garmen mencapai 2,38 miliar dolar AS. “Tingginya angka impor di sektor ini merupakan hal yang harus disikapi secara serius oleh Kemenperin," kata Gati.

Impor yang tinggi, ujar dia, dapat menutup potensi pasar dalam negeri. Sebab berbagai produk impor tersebut harganya relatif murah.

Dirjen IKMA menjelaskan, kebijakan safeguard tidak hanya melindungi industri garmen dari masuknya produk impor, tetapi juga mendorong pertumbuhan sektor potensial itu. “Perlindungan terhadap industri garmen harus segera dilakukan, mengingat kontribusi sektor tersebut kepada PDB cukup besar hingga mencapai 5,4 persen pada 2019,” tuturnya.

Lebih lanjut, Gati memaparkan, kebijakan jangka panjang juga perlu diambil demi melindungi dan mendorong pertumbuhan industri garmen. Salah satu langkah strategis yang dilakukan Kemenperin seperti link and match antara industri kecil dan menengah (IKM) dengan industri besar.

Upaya link and match dilakukan agar industri besar bisa memberikan kemudahan akses bahan baku kepada IKM garmen. “Kemenperin akan membantu kerja sama antara industri besar dan IKM untuk mencapai tujuan tersebut,” katanya.

Ia menjelaskan industri garmen berskala kecil dan menengah juga memiliki peran besar bagi pertumbuhan sektor tersebut. Berdasarkan data BPS, pada 2018, jumlah IKM tekstil mencapai 261.524 unit usaha dan IKM garmen sebanyak 569.745 unit usaha.

Selain link and match antara IKM dan industri besar, Kemenperin juga akan menjajaki upaya lainnya untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri garmen setelah penerapan safeguard. “Aspek lain yang juga menjadi fokus adalah pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM), kemudahan perolehan bahan baku, dan modernisasi mesin dan peralatan yang selama ini digunakan," ujar dia.

Gati mengungkapkan, pemberlakuan safeguard memerlukan langkah sinergi antara pemerintah dengan asosiasi dan pelaku usaha garmen. “Kita harus susun dan dukung bersama. Pemerintah, asosiasi dan dunia usaha akan bergandengan tangan untuk mewujudkan safeguard tersebut,” ujarnya.

Ia menjelaskan, saat ini Kemenperin sedang mematangkan kebijakan safeguard tersebut. Sebelum nantinya diajukan ke Komite Perlindungan Perdagangan Indonesia (KPPI) di Kementerian Perdagangan.

Dasar hukum penerapan safeguard yakni Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan, dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. “Saat ini waktu tepat mengajukan kebijakan safeguard. Dengan begitu setelah Covid-19 berakhir dan kondisi kembali normal, safeguard sudah bisa dijalankan,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement