Jumat 12 Jun 2020 20:01 WIB

Covid-19 Belum Berakhir, Target Investasi akan Direvisi Lagi

Dalam RPJMN, realisasi investasi ditargetkan sebesar Rp 886 triliun.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (foto ilustrasi).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia (foto ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan, target realisasi investasi tahun ini perlu kembali direvisi. Sebelumnya, dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), realisasi investasi ditargetkan sebesar Rp 886 triliun.

Pandemi Covid-19 yang menyerang hampir seluruh negara di dunia termasuk Indonesia, menjadi kendala utama target tidak bisa dicapai. Maka BKPM telah membuat tiga model realisasi investasi.

Baca Juga

Pertama dalam kondisi normal atau sebelum Covid-19 target Rp 886 triliun bisa tercapai. Model kedua, bila pandemi berakhir pada Mei, maka realisasi investasi bisa dikejar hingga Rp 855,6 triliun. Ketiga, target investasi sebesar Rp 817,2 triliun jika Covid-19 selesai pada Juli.

"Saya jujur katakan, target Rp 855 triliun pun sudah nggak mungkin, karena Covid-19 belum selesai pasa Mei. Sekarang sudah Juni mau ke Juli, tapi tanda persahabatan dengan Covid-19 pada Juli belum ada," ujar Kepala BKPM Bahlil Lahadalia dalam konferensi pers virtual pada Jumat, (12/6).

Jika Covid-19 belum teratasi juga pada Juli, kata dia, target realisasi investasi harus direvisi lagi. "Pasti akan lakukan revisi, tapi kita akan tunggu penyampaian realisasi pada kuartal 2, itu momentum tepat sekalian lihat kapan Covid-19 berakhir," jelasnya.

BKPM, ujar Bahlil, akan melihat data dari Satgas Covid-19. Dengan begitu bisa terlihat perkiraan pandemi Covid-19 selesai di Tanah Air.

Perlu diketahui, realisasi investasi pada kuartal I 2020 sebesar Rp 210,7 triliun. Sebanyak 46,5 persen di antaranya atau sebesar Rp 98 triliun merupakan Penanaman Modal Asing.

"PMA kita memang negatif dibandingkan sebelumnya. Hanya saja saya mau bilang, FDI (Foreign Direct Investment) hampir di semua negara turun sekitar 30 sampai 40 persen, penurunan kita nggak sampai segitu. Jadi itu bukan angka yang baik, tapi paling baik dibandingkan negara lain," jelas Bahlil.

Dirinya menambahkan, pertumbuhan ekonomi global pada kuartal pertama 2020 memang sangat memprihatinkan. Bahkan pertumbuhan ekonomi China minus 6,8 persen.

"Biasanya setiap satu persen pertumbuhan China terkoreksi, dampaknya ke Indonesia 0,3 persen. Untungnya ketika China minus 6,8 persen, format itu tidak terjadi sehingga Indonesia masih bisa tumbuh sebesar 2,97 persen," tuturnya.

Hanya saja dibandingkan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 kalah dari Vietnam. Pada periode sama, negara tersebut tumbuh hingga 3,82 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement