Jumat 12 Jun 2020 09:59 WIB

Antisipasi Perubahan Iklim, Kementan Ajak Petani Lakukan Ini

Kementan ajak petani pantau dan asuransikan areal pertanaman

Petani sedang menggarap lahan (ilustrasi). Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah skenario menghadapi musim kemarau. Terutama terkait komoditas strategis hortikultura. Merujuk hasil pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2020 diprediksi datang lebih awal.
Foto: kementan
Petani sedang menggarap lahan (ilustrasi). Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah skenario menghadapi musim kemarau. Terutama terkait komoditas strategis hortikultura. Merujuk hasil pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2020 diprediksi datang lebih awal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertanian (Kementan) menyiapkan sejumlah skenario menghadapi musim kemarau. Terutama terkait komoditas strategis hortikultura. Merujuk hasil pengamatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), musim kemarau 2020 diprediksi datang lebih awal. 

Menurut catatan BMKG secara umum musim kemarau dimulai dalam waktu tidak bersamaan. Pada Mei dan Juni, 65,8 persen zona musim kemarau mulai terjadi di sebagian besar wilayah Indonesia. Sementara 64,9 persen zona musim yang merupakan puncak kemarau terjadi pada Agustus 2020 di sebagian besar Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan Bagian selatan, Sulawesi Bagian Selatan dan Tenggara serta Maluku Utara.

Direktur Jenderal Hortikiultura, Prihasto Setyanto mengungkapkan jika pihaknya sudah menyiapkan sejumlah antisipasi terkait terjadinya kemarau panjang sebagai dampak dari perubahan iklim ekstrem. Ini sebagaimana arahan Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL), dimana seluruh jajarannya harus memiliki rencana jangka panjang dan inovasi, dalam menghadapi berbagai anomali cuaca. 

"Selain menyebabkan berkurangnya ketersediaan air, kemarau panjang juga dapat meningkatkan dan mengubah pola perilaku hama. Kondisinya, hama yang menjadi lebih resisten dan ganas," ujar Prihasto dalam keterangannya , Jumat  (12/6).

Prihasto juga menyampaikan bahwa dampak yang biasanya dirasakan petani antara lain kemungkinan penurunan hasil panen. Ini diakibatkan meningkatnya serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) terutama hama. "Selain itu terjadi peningkatan risiko gagal panen dan penurunan pendapatan petani," lanjut pria yang akrab dipanggil Anton ini. 

Anton menyebut bahwa potensi musim kemarau ekstrem harus diwaspadai dan diantisipasi sejak dini. Adapun petani dapat menyiapkan teknologi pengairan seperti infrastruktur panen air hujan seperti embung kecil, dam parit, long storage, sumur dangkal.  

"Di samping itu dipersiapkan juga teknologi hemat air seperti sumur dangkal/ sumur renteng, irigasi tetes/ drip, irigasi curah/sprinkle, pompa air tenaga surya, tirta mini dan tirta midi," beber Anton. 

Terpisah, Direktur Perlindungan Hortikultura, Sri Wijayanti Yusuf,  menyampaikan bahwa pengelolaan OPT secara pre-emptif perlu dilakukan sejak awal. Tepatnya sebelum tanam untuk mewaspadai dan mencegah terjadinya serangan OPT. 

"Hal ini  dapat dilakukan dengan menggunakan varietas benih yang sehat bermutu bebas OPT, solarisasi tanah, pemasangan perangkap hama seperti likat kuning, likat biru dan putih, perangkap lampu dan feromon sex sebagai antisipasi dan monitoring," papar Sri. 

"Dengan demikian sebelum serangga hama dewasa meletakkan telur-telurnya pada tanaman budidaya dapat terpantau dan dikendalikan," tambahnya. 

Yanti, sapaannya, menambahkan bahwa antisipasi serangan OPT melalui pengendalian pre-emptif ini dilakukan secara ramah lingkungan."Dengan demikian selain dapat mencegah terjadinya ledakan serangan OPT hama juga dapat meningkatkan kualitas dari hasil tanaman budidaya itu sendiri," tutur dia. 

9 Langkah Atasi Perubahan Iklim

Kepala BPTPH Provinsi Jambi, Farda Sopian Simanjuntak menyatakan bahwa ada sejumlah langkah yang dilakukan guna mengantisipasi dampak perubahan iklim. 

Pertama, petani rutin melaksanakan pemantauan di areal pertanaman, mengasuransikan lahan dengan mengikuti AUTP. Kedua, menanam varietas yang tahan kekeringan. 

Ketiga, pola tanam berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi. Keempat, gunakan bahan–bahan organik agar tidak memicu tingkat porositas tanah yang tinggi. 

"Penggunaan pupuk dan pestisida kimia akan memicu hilangnya air lebih cepat," jelas dia. 

Langkah kelima adalah mengembangkan kemampuan early warning system (EWS). Keenam, membuat sumur suntik/pantek dan atau Biopori.  Ketujuh, gunakan pompa air. 

"Selanjutnya menjaga stabilitas pasokan, distribusi dan harga pangan di tingkat masyarakat. Terakhir menjalin kerja sama insan pertanian secara komprehensif dan terpadu," paparnya.

Farda menambahkan bahwa Provinsi Jambi juga mengoptimalkan peran petugas POPT yang tersebar di 141 kecamatan se-Provinsi Jambi dengan rutin bersinergi dengan PPL serta petani. Hal ini termasuk dalam hal pengamatan, pemantauan rutin dan penanganan permasalahan OPT dan DPI lebih awal. 

"Saat ini tersedia pompa air ukuran 2 inchi sebanyak 35 buah di gudang Brigade Proteksi. Bila dibutuhkan, kelompok tani dapat mengajukan ke Dinas Pertanian Kabupaten/Kota dengan berkoordinasi dengan POPT setempat dan diajukan ke UPTD BPTPH Provinsi Jambi," pungkasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement