Jumat 12 Jun 2020 09:12 WIB

Twitter Bekukan 23 Ribu Akun Terkait Partai Komunis China

Akun yang diblokir Twitter disebut menyebarkan propaganda melemahkan demo Hong Kong.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Twitter. Ilustrasi
Foto: Reuters
Twitter. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Twitter membekukan lebih dari 23 ribu akun yang terkait dengan Partai Komunis China (PKC), Kamis (11/6). Akun-akun itu disebut telah menyebarkan propaganda untuk melemahkan demonstrasi pro-demokrasi Hong Kong dan menangkal kritik perihal cara Negeri Tirai Bambu menangani pandemi Covid-19. 

Dikutip laman Washington Post, terdapat 23.750 akun terkait PKC yang dibekukan Twitter. Sebagian besar dari mereka berbahasa China. Menurut keterangan yang dirilis Twitter, akun-akun itu mendukung posisi Pemerintah China dan membantunya menyebarkan narasi “menipu” tentang dinamika politik Hong Kong. 

Baca Juga

Salah satu narasi yang dibangun terkait Hong Kong adalah bahwa aksi kerusuhan di sana didukung dan didorong oleh Amerika Serikat (AS). Kemudian terkait penanganan Covid-19, akun-akun tersebut menyatakan China bekerja sama dan berhasil menangani wabah. Hal itu menentang pendapat sejumlah negara yang menuding Beijing tak menyampaikan informasi transparan terkait virus corona. 

Ada pula akun yang menyebarkan propaganda terkait Taiwan. Mereka mengatakan bahwa Taiwan belajar tentang penanganan wabah Covid-19 dari China.

Twitter mengatakan akun-akun tersebut berhasil diidentifikasi sebelum memperoleh perhatian atau daya tarik. Sejumlah analis telah meyakini bahwa China secara diam-diam berusaha menyebarkan propaganda serta disinformasi pada platform media sosial Barat. 

"Sementara PKC tidak mengizinkan rakyat China untuk menggunakan Twitter, ia dengan senang hati menggunakannya untuk menabur propaganda dan disinformasi internasional," kata Direktur the International Cyber Policy Center di Australian Strategic Policy Institute Fergus Hanson. 

China diketahui memblokir akses terhadap Twitter, Facebook, dan Google. Ia memiliki platform media sosial dan mesin pencari sendiri yang berada di bawah pantauan dan pengawasan negara. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement