Kamis 11 Jun 2020 23:25 WIB

Persaudaraan dan Solidaritas Umat Islam Diuji Selama Pandemi

Umat Islam dihadapkan pada ujian persaudaraan selama pandemi.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Nashih Nashrullah
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyatakan umat Islam dihadapkan pada ujian persaudaraan selama pandemi.
Foto: Dokumen.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyatakan umat Islam dihadapkan pada ujian persaudaraan selama pandemi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, menyampaikan umat Islam menghadapi virus corona atau Covid-19 sebagai sebuah pandemi, wabah, dan musibah. Ukhuwah atau persatuan umat Islam juga diuji pandemi Covid-19.  

"Dalam konteks keagamaan kita umat Islam khususnya diuji baik dalam perspektif pandangan keislaman kita menghadapi keadaan maupun dalam sikap keberagamaan kita," kata Prof Haedar saat Webinar Nasional bertema 'Merawat Ukhuwah di Tengah Wabah' yang diselenggarakan UIN Malang, Kamis (11/6).  

Baca Juga

Dia menyampaikan, mayoritas kelompok-kelompok Islam mencoba mencari solusi dalil ijtihad ushul fiqih. Kemudian mencari dalil Alquran dan hadits tentang bagaimana beribadah di rumah karena kondisi musibah atau pandemi Covid-19. 

Ternyata upaya ini tidak mudah, karena bagi sebagian orang ada perspektif yang sudah terlalu melekat bahwa beragama dan beribadah sepenuhnya harus di masjid meski dalam kondisi darurat. Meski ushul fiqih terus disampaikan tapi tidak otomatis nyambung dengan mereka.  

"Bahkan ada saudara kita yang kemudian mengatakan tidak perlu takut pada Covid-19 tapi takutlah kepada Allah SWT, seakan-akan mengagungkan Allah tapi sikap seperti ini hati-hati bisa menjadi keliru," ujarnya.

Prof Haedar mengingatkan, dalam sikap keberagaman juga ternyata konsep tauhid belum betul-betul inklusif dan melintasi konteks rahmatan lil alamin yang sering didengungkan. Lebih dari itu sikap sabar, tawakal dan rasionalitas di atas dasar ilmu ketika harus menyesuaikan diri dengan musibah ini tidak mudah. Di sinilah maka umat Islam perlu mengambil hikmah.

"Bagaimana dengan ukhuwah, ternyata di saat musibah seperti ini kita juga harus jatuh bangun untuk merekatkan alam pikiran dan visi keagamaan yang sama," ujarnya.

Dia menyampaikan, dalam konteks sehari-hari sebenarnya tidak ada risiko ketika umat berikhtilat soal keagamaan. Tapi ketika wabah terjadi risikonya bukan hanya diri sendiri melainkan juga orang lain.

Misalkan ketika diri ini memaksakan diri dan tidak menjaga jarak fisik saat pandemi, boleh jadi diri ini tidak sakit tapi menjadi pembawa Covid-19. Maka pihak yang paling besar terkena risikonya adalah para tenaga kesehatan dan mereka yang bekerja di rumah sakit. "Dalam konteks ini adalah ujian buat kita bahwa ukhuwah mudah kita ucapkan tapi tidak mudah untuk kita praktikkan," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement