Kamis 11 Jun 2020 13:58 WIB

Skenario Pendidikan Masa New Normal

Skenario pendidikan yang paling memungkinkan adalah pendekatan blended learning.

Doktor Pendidikan Agama Islam, Suwendi.
Foto: doc ist
Doktor Pendidikan Agama Islam, Suwendi.

SUWENDI

Alumni UIN Jakata, Dewan Pakar Persada NU 

(Persatuan Dosen Agama Islam Nahdlatul Ulama)

REPUBLIKA.CO.ID, Pasca terbitnya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tanggal 20 Mei 2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri dalam Mendukung Keberlangsungan Usaha pada Situasi Pandemi, sebagai awal dimulainya masa new normal (kenormalan baru), sejumlah Kementerian/Lembaga negara telah menindakalnjutinya dengan sejumlah peraturan yang diberlakukan untuk wilayah dan lingkungan pekerjaannya, termasuk untuk aktivitas perekonomian, keagamaan dan Aparatus Sipil Negara.

Sementara untuk dunia pendidikan tampaknya masih belum dikeluarkan aturan serupa. Bahkan, kapan dimulainya masuk kembali ke sekolah belum diputuskan. Hal ini, sebagaimana dinyatakan oleh Presiden Joko Widodo, agar jangan diputuskan secara “gerasa-gerusu” untuk aspek pendidikan. Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, pun akhirnya menyatakan bahwa keputusan di bidang pendidikan ini akan dilakukan pada putaran terakhir, setelah bidang lainnya diputuskan secara cermat.

Hemat penulis, rencana keputusan pemerintah yang terkait pendidikan itu sangatlah tepat. Sebab, dunia pendidikan memiliki taruhan jangka panjang, yang akan berpengaruh terhadap kelangsungan sumberdaya manusia dan masa depan Indonesia sendiri. Jika tanpa pencermatan dan kesungguhan rencana yang tepat atas dampak covid-19, maka berkemungkinan besar generasi terdidik bangsa ini menjadi korban dan klaster penularan covid-19 yang sangat massif. Dalam posisi ini, loss generation secara fisik terhadap sumber daya manusia mendatang menjadi kenyataan pahit bagi bangsa ini. Oleh karenanya, kita patut untuk melihat akan dinamika pelaksanaan kebijakan new normal dan dampaknya terhadap kelangsungan pendidikan. 

Sekurang-kurangnya terdapat 3 (tiga) skenario besar tentang kebijakan pendidikan di masa new normal ini. Pertama, skenario optimistis, menyatakan bahwa peserta didik kembali ke sekolah/kampus dan proses pembelajaran untuk tahun akademik 2020/2021 dimulai pada bulan Juli 2020. Dalam skenario ini, semua layanan pendidikan dibuka, proses pembelajaran dan pertemuan tatap mukapun dilakukan, sebagaimana layaknya masa sebelum adanya wabah Covid-19.

Skenario optimistis ini cenderung didasarkan atas kenyataan telah lamanya peserta didik berada di rumah, yang sebagian di antara mereka dan orang tuapun telah mengalami kejenuhan yang akut. Akibat lamanya anak di rumah, perkembangan akademik anaknya semakin terbengkalai. Bahkan, terdengar kasus, ada orang tua yang “mengancam” kalau sekolah tempat belajar anaknya itu tidak segera dibuka, maka ia akan pindah ke sekolah lain. 

Kedua, skenario pesimistis, yakni layanan dan proses pendidikan untuk tahun akademik baru diundur hingga, sekurang-kurangnya, bulan Desember 2020. Artinya, terdapat penambahan waktu dalam 1 (satu) semester ke depan peserta didik tetap berada di rumah, dan tidak ada layanan pendidikan, sehingga untuk awal tahun akademik digeser, semula Juli-Juni menjadi Januari Desember. Skenario ini didasarkan atas pertimbangan untuk memastikan tidak adanya korban covid-19 dari lingkungan pendidikan. 

Ketiga, skenario moderat, yakni tahun akademik tetap dimulai bulan Juli 2020, tetapi dengan pendekatan dan mekanisme proses pendidikan yang perlu diatur lebih lanjut. Dalam konteks ini, terdapat 2 (dua) pendekatan: pertama, pendekatan 100% daring (dalam jaringan), yakni seluruh rangkaian proses pembelajaran seutuhnya dilakukan secara online; dan kedua, pendekatan blended learning, yakni menggabungkan pendekatan daring dan  luring (luar jaringan).

photo
Siswa sekolah Stella Maris bersiap sebelum mengikuti acara kelulusan secara drive thru di Stella Maris School, Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (9/6/2020). Kegiatan wisuda tersebut digelar secara drive thru guna menghindari kerumunan yang bisa menjadi medium penyebaran COVID-19. - (Antara/Fauzan)

Mencermati ketiga skenario di atas, menurut hemat penulis, skenario yang memungkinkan untuk dilaksanakan pada layanan pendidikan adalah mengikuti skenario ketiga, yakni skenario moderat dengan pendekatan blended learning, meski hal ini masih memiliki beberapa kendala tertentu. 

Skenario pertama tampaknya belum memungkinkan untuk dilaksanakan, mengingat jumlah korban covid-19 belum menunjukkan grafik landai, bahkan terus mengalami peningkatan. Penerapan kebijakan new normal di luar bidang pendidikan tampaknya belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Artinya, jika skenario pertama benar-benar dilaksanakan, meski dalam durasi waktu 1 (satu) bulan ke depan, potensi tersebarnya korban Covid-19 pada klaster pendidikan masih besar. 

Adapun skenario kedua akan berdampak pada terjadinya loss academic generation (generasi akademik yang hilang) di dunia pendidikan secara nyata. Seluruh anak bangsa pada dunia pendidikan akan mengalami kehilangan kualitas akademik secara signifikan, jika tidak dilakukan proses pendidikan sama sekai. Selain itu, bukankah beberapa bulan dalam satu semester terakhir sebagian layanan pendidikan telah menyelenggarakan kegiatan secara daring, sehingga dapat dijadikan model dalam proses pembelajaran di tahun akademik baru. 

Untuk itu, skenario ketiga dengan pendekatan blended learning, tentu dengan segala kelebihan dan kekurangannya, cenderung dapat dijadikan alternatif strategis. Jika dilakukan dengan pendekatan 100% daring, maka proses pendidikannya sangat potensial tidak akan efektif. Sebab, hingga saat ini, infrastruktur jaringan, kemampuan sumber daya manusia, dan kesiapan pembiayan pada seluruh stakeholder pendidikan agaknya belum memungkinkan. Diakui, di sejumlah daerah tertentu kondisi signal telekomunikasi masih belum bisa diakses; pendidik dan peserta didik belum semuanya memiliki kesiapan atas penggunaan media komunikasi dengan baik; dan tentunya beban finansial akan semakin besar. Eksperimentasi dalam beberapa bulan terakhir, dengan sebagian pendidik dan peserta didik telah memulai proses pembelajarannya secara masif secara virtual, patut untuk dijadikan pengalaman berharga dalam pelaksanaan blended learning. 

Pendekatan blended learning pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka (luring) dan secara virtual (daring). Ia akan menggabungkan berbagai cara penyampaian, model pengajaran, dan gaya pembelajaran, dengan berbagai pilihan media dialog antara pendidik dengan peserta didik, baik secara langsung (face-to-face) maupun secara daring. Menggabungkan kelebihan-kelebihan pada kedua cara tersebut dalam sebuah proses pembelajaran yang efektif merupakan ciri dari blended learning. 

Semler S dalam karyanya, Use Blended Learning to Increase Learner Engagement and Reduce Training Cost, (2005) menyatakan “Blended learning combines the best aspects of online learning, structured face-to-face activities, and real world practice. Online learning systems, classroom training, and on-the-job experience have major drawbacks by themselves. The blended learning approach uses the strengths of each to counter the others’ weaknesses.” Blended learning, dengan demikian, akan memberikan keuntungan, di antaranya fleksibilitas dalam memilih waktu, tempat untuk mengakses pelajaran, dan pemilihan materi-materi yang tepat, sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi peserta didik dan kapasitas lembaga pendidikan yang bersangkutan. 

Untuk itu, menurut hemat penulis, terdapat sejumlah langkah yang perlu dilakukan agar awal tahun akademik 2020/2021 dapat dilaksanakan secara efektif. Pertama, pemerintah dan, terutama, satuan lembaga pendidikan harus melakukan redesain pembelajaran, bila perlu muatan-muatan kurikulum yang akan dilaksanakan selama masa new normal. Jika selama ini desain pembelajaran dilaksanakan dengan luring (tatap muka), sudah saatnya mengkombinasikan dengan desain daring (virtual). Untuk itu, perlu dilakukan pemilahan dan pemilihan materi-materi yang efektif disesuaikan dengan menggunakan metode daring dan luring. Dalam tingkat tertentu, muatan-muatan kurikulum juga memungkinkan untuk ditinjau ulang, tentu diharapkan tingkat mengurangi kualitas hasil pembelajaran.

Kedua, penguatan infrastruktur perangkat daring, kemampuan peserta didik dan, terutama, pendidik terhadap penggunaan media pembelajaran perlu ditingkatkan, termasuk dengan memperkuat LMS (learning management system). LMS merupakan penyediaan aplikasi yang dapat membantu dalam merencanakan dan mengimplementasikan proses pembelajaran, dengan memadukan antara pertemuan luring dengan media digital serta alat interaktif sebagai bagian dari pertemuan daring. 

Penguatan kapasitas daring baik melalui kebijakan pemerintah maupun upaya mandiri masing-masing satuan pendidikan dalam penyiapan infrastruktur perangkat daring sudah saatnya dilakukan, tak terkecuali dengan melakukan kolaborasi bersama penyedia telekomunikasi dan lembaga lainnya. Demikian juga, masing-masing satuan pendidikan hendaknya mengadakan evaluasi diri atas kapasitas para pendidiknya, terutama selama beberapa bulan terakhir,  sehingga dapat diadakan peningkatan kapasitas dalam mengakses berbagai media, termasuk media daring.   

Ketiga, tata kelola dan manajemen pendidikan sudah saatnya disesuaikan dengan sejumlah regulasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan, terutama untuk masa new normal. Mekanisme pembelajaran yang dilakukan secara luring dipastikan mematuhi protokol kesehatan, guna menghindari terjadinya proses penyebaran covid-19. Pengaturan jam pelajaran dan tata tertib belajar dilakukan penyesuaian secara efektif mungkin. Bagi pendidik dan peserta didik yang dikarenakan secara regulasi atau alasan lain tidak memungkinkan untuk dapat hadir secara langsung, seperti karena usia dalam batas tertentu atau sakit, perlu diantisipasi dengan baik. Demikian juga, penambahan infrastruktur kesehatan new normal, seperti wastafel, disinfektan, hand sanitizer, dan perlengkapan lainnya patut untuk disediakan.

photo
Siswa kelas 3 SDI Az Zakiyah Bandung, Rahadian Ahmad, mengisi soal ujian secara Daring di kediamannya Bandung, Jumat (5/6). Beberapa sekolah menggelar ujian Penilaian Akhir Tahun (PAT) secara daring saat wabah Covid-19 masih merebak. - (Yogi Ardhi/Republika )

Melihat paparan di atas, kebijakan untuk memulai tahun akademik baru 2020/2021 tampaknya lebih tepat dilaksanakan dengan menggunakan skenario moderat, yakni dilaksanakan pada bulan Juli 2020 dengan menggunakan pendekatan blended learning. Ketegasan ini untuk memberi kepastian, terutama bagi pengelola pendidikan, dalam mendesain dan merencanakan program-program pembelajarannya. Oleh karena blended learing, yang meniscayakan adanya pola pendekatan pembelajaran secara daring dan luring, maka untuk tingkat implementasinya terdapat fleksibilitas. Khusus penggunaan pembelajaran tatap muka (luring) akan disesuaikan dengan kondisi faktual pada masing-masing daerah dengan mempertimbangkan tingkat penyebaran covid-19.

Tentunya, komunikasi dan rekomendasi dari pihak yang berwenang terkait covid pada masing-masing daerah, dalam hal ini satuan gugus tugas covid-19, menjadi penting untuk dilakukan.

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement