Selasa 09 Jun 2020 18:36 WIB

Orang Tua Siswa Protes Usia Jadi Indikator Seleksi PPDB

Kebanyakan protes datang karena adanya seleksi usia di beberapa jalur PPDB. 

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Agus Yulianto
Calon pelajar Sekolah Dasar (SD) memperlihatkan formulir PPDB sesuai zona saat mendaftar ulang.
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Calon pelajar Sekolah Dasar (SD) memperlihatkan formulir PPDB sesuai zona saat mendaftar ulang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta akan dimulai prapendaftaran pada 11 Juni 2020. Hingga saat ini, masih banyak protes yang datang dari orang tua siswa terkait beberapa peraturan yang dinilai memberatkan.

Kebanyakan protes datang karena adanya seleksi usia di beberapa jalur PPDB. Seleksi berdasarkan usia, selain untuk PPDB PAUD dan SD namun juga pada jenjang SMP dan SMA, di jalur zonasi, inklusi, dan beberapa persyaratan untuk jalur afirmasi.

Kebijakan baru ini dibuat karena pada pandemi Covid-19 tidak ada ujian nasional. Oleh karena itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga memperhitungkan usia untuk PPDB jenjang SMP dan SMA.

Hal ini menuai protes dari sejumlah orang tua siswa. Seorang perwakilan dari salah satu SD swasta di Jakarta Timur, Hendrie mengatakan, ia khawatir anaknya akan sulit mendaftar ke SMP karena usianya.

"Dulu waktu anak saya mau SD itu usianya terkendala, karena harus tujuh tahun kan minimal. Kebetulan anak saya kurang sebulan karena lahir bulan Juli. Nah, ini terjadi lagi masuk SMP," kata Hendrie, pada Republika, Selasa (9/6).

Dia mengatakan, dirinya mewakili 14 siswa lainnya dari SD swasta yang sama dengan anaknya. Menurut Hendrie, seleksi berdasarkan usia sangat tidak adil bagi anak-anak yang selama ini sudah belajar dan mendapatkan nilai yang baik.

Dia khawatir, apabila kebijakan ini diberlakukan, anaknya serta anak lainnya yang bernasib sama akan merasa kecewa. Akhirnya, dikhawatirkan justru berdampak pada semangat belajar yang menurun.

Hal senada diungkapkan Fitri, orang tua siswa SMP Negeri 115 Jakarta. Sebelumnya, dirinya dan sejumlah orang tua sudah bertemu dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta meminta agar indikator usia dihilangkan dari seleksi jalur zonasi.

Fitri menjelaskan, di SMP tempat anaknya sekolah banyak siswa yang ketika SD mengikuti program akselerasi. Apabila kebijakan usia diberlakukan pada PPDB SMA, maka menurutnya tidak adil kepada lulusan SMP yang masih muda.

"Dulu nggak dilihat dari usia juga. Kita kan sekolah menengah, bukan sekolah dasar lagi. Sudah melewati step-step banyak. Masa sih masih usia juga," kata Fitri menjelaskan.

Sama seperti Hendrie, ia khawatir anak-anaknya mengalami demotivasi belajar. Sebab, selama ini anak-anaknya disiapkan untuk menghadapi ujian. Ia mengerti apabila pandemi mengubah banyak hal dalam kebijakan. Namun, seleksi usia, menurutnya masih tidak adil bagi anak-anak.

"Jadi anak-anak mikir, buat apa belajar. Nanti juga diterimanya dari usia, bukan dari nilai," kata dia lagi.

Sementara itu, Dinas Pendidikan DKI Jakarta, ketika dikonfirmasi mengatakan akan membuat konferensi pers terkait hal ini. Namun, waktu konferensi pers belum bisa diumumkan.

"Nanti saja ya, sekalian mau prescon. Nanti dikabari lagi, ya" kata Kasubbag Humas Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sony Juhersoni.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menegaskan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) harus berpedoman dengan Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 dan SE Mendikbud Nomor 4 Tahun 2020. Peraturan PPDB secara umum, seperti usia murid dan jalur seleksi dijelaskan di dalamnya.

"Semua pengaturan PPDB di daerah tidak boleh menyimpang dari Permendikbud dan SE tersebut," kata Plt. Diretkur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen), Hamid Muhammad.

Beberapa poin yang dituliskan dalam Permendikbud tersebut adalah PPDB dilakukan secara nondiskriminatif, objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Di dalam Permendikbud tersebut juga ditegaskan, kepala daerah bertugas membuat kebijakan teknis pelaksanaan PPDB untuk kemudian dilaksanakan oleh kepala sekolah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement