Selasa 09 Jun 2020 15:56 WIB

Korut Ancam Putuskan Saluran Komunikasi dengan Korsel

Korut kecewa dengan Korsel yang biarkan pembelot tebarkan selebaran jelekan Pyongyang

Rep: Dwina Agustin/Rizkyan/ Red: Teguh Firmansyah
Perbatasan Korut dan Korsel.
Foto: AP
Perbatasan Korut dan Korsel.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) angkat bicara soal dengan laporan bahwa mereka tidak mengangkat telepon kantor penghubung antar-Korea. Keputusan ini dilakukan secara sengaja untuk memutuskan semua kontak dengan negara tetangga, Korea Selatan (Korsel).

Juru bicara Kementerian Pertahanan Korsel menyatakan, pejabat Korut sejak Senin (8/6) pagi tidak menjawab panggilan rutin setiap hari ke kantor penghubung atau panggilan hotline militer dan kantor kepresidenan. Padahal panggilan ini terus terjadi karena sarana komunikasi dasar dari kedua negara sejak 2018. Meski pada sore hari, Korut akhirnya menjawab panggilan dari Korsel.

Baca Juga

Laporan KCNA menyatakan, pemutusan komunikasi ini adalah langkah pertama dari menutup jalur komunikasi secara keseluruhan. Keputusan ini pun tidak dilakukan secara tiba-tiba, karena selama beberapa hari, Korut telah mengecam Korsel.

Korut mengancam akan menutup kantor penghubung antar-Korea dan proyek-proyek lainnya jika Korsel tidak menghentikan pembelot mengirim selebaran dan materi lainnya ke Korut. Pejabat tinggi pemerintah di Korut, termasuk saudara perempuan pemimpin Kim Jong-un, Kim Yo-jong, dan wakil ketua Komite Sentral dari Partai Buruh Korea, Kim Yong-chol, memutuskan untuk melakukan upaya bermusuhan dengan Korsel.

"Bahwa pekerjaan ke arah Selatan harus sepenuhnya berubah menjadi melawan musuh," kata KCNA.

KCNA menyatakan, warga Korut marah dengan perilaku licik dan curang dari otoritas Korsel. Laporan itu menuduh pihak berwenang Korsel secara tidak bertanggung jawab membiarkan para pembelot menyakiti martabat kepemimpinan tertinggi negara tersebut.

"Kami telah mencapai kesimpulan bahwa tidak perlu duduk berhadap-hadapan dengan pihak berwenang Korea Selatan dan tidak ada masalah untuk berdiskusi dengan mereka, karena mereka hanya membangkitkan kekecewaan kami," kata KCNA.

Kementerian Unifikasi Korsel yang bertanggung jawab atas urusan antar-Korea, mengatakan akan terus mengikuti prinsip-prinsip yang disepakati. Lembaga ini berusaha untuk mengedepankan perdamaian dan kemakmuran di Semenanjung Korea.

Keputusan untuk memotong komunikasi menandai kemunduran dalam hubungan antar-Korea.  Padahal Korsel berupaya untuk mencoba dan membujuk Korut menyerahkan program senjata nuklirnya sebagai imbalan atas bantuan sanksi internasional yang keras. Kedua Korea secara teknis tetap berperang, karena Perang Korea 1950-1953 berakhir dengan gencatan senjata daripada perjanjian damai.

"Korut berada dalam situasi yang jauh lebih mengerikan daripada yang kita pikirkan. Saya pikir mereka mencoba untuk memeras sesuatu dari Selatan," ujar  profesor di Universitas Kyung Hee, Choo Jae-woo.

Langkah pemutusan komunikasi kemungkinan lebih dari sekadar upaya melawan saja. Hal ini melihat dari Korut berada di bawah tekanan ekonomi yang meningkat ketika krisis virus Corona dan sanksi internasional mengorbankan banyak warga mereka.

Sebenarnya memotong komunikasi adalah permainan usang untuk Pyongyang. Meski begitu, perwakilan dari Komite Nasional Korea Utara yang berbasis di Amerika Serikat, menyatakan upaya ini berbahaya. "Saluran komunikasi reguler sangat dibutuhkan selama krisis, dan untuk alasan itu Korea Utara memotongnya untuk menciptakan atmosfir risiko yang semakin tinggi," katanya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement