Selasa 09 Jun 2020 09:33 WIB

Ruwetnya Kehidupan Keluarga Jihadis Suriah Asal Inggris

Keluarga jihadis Suriah asal Inggris memiliki jejak trauma perundungan.

Rep: Mabruroh/ Red: Nashih Nashrullah
Keluarga jihadis Suriah asal Inggris memiliki jejak trauma perundungan.  Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.
Foto: EPA/STR
Keluarga jihadis Suriah asal Inggris memiliki jejak trauma perundungan. Suasana kota di Suriah yang hancur akibat perang saudara yang melanda negara tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tiga bersaudara Deghayes dari Brighton meninggalkan Inggris menuju Suriah. Mereka menjadi salah satu kelompok jihadis di Suriah. Sebagaimana cerita dalam buku Mark Townsend, akan dikupas tuntas bagaimana dan apa yang mendorong kakak beradik itu menjadi jihadis di Suriah.

Keluarga Deghayes berasal dari Libya. Ayahnya adalah Abubaker Deghayes yang melarikan diri dari pemerintahan Muammar Gaddafi pada pertengahan 1980-an. Ayahnya merupakan seorang serikat buruh.

Baca Juga

Setelah menerima suaka, Abubaker menikah dengan sepupunya dan tinggal di Saltdean, sebuah desa pesisir di luar Brighton. Mereka membesarkan lima anak lelaki mereka di negara tempat mereka percaya bahwa aturan hukum telah dipatuhi.  

Namun, harapan mereka sirna. Keluarga Deghayes kembali mengalami perundungan. Kelima bersaudara itu diejek sebagai pakis dan teroris. Bahkan, saat di sekolah, mereka kerap dilempari makanan dan air, begitu pun dalam perjalanan pulang sekolah. 

Di dalam rumah, mereka juga mendapatkan lemparan batu bata yang dilempar masuk melalui jendela rumah. Polisi tidak berpihak kepada mereka meskipun keluarga itu sering menghubungi polisi sebanyak tiga kali dalam satu pekan. 

Terlepas dari semua ini, pada 2009 perundungan memuncak dan Polisi Sussex tidak pernah mencatat sebuah insiden yang terjadi saat itu di negaranya.   

Alasan intimidasi terhadap Deghayes adalah fitnah publik terhadap saudara Abubaker, yakni Omar Deghayes. Omar Deghayes telah ditangkap militer AS di Pakistan pada 2002 dengan tuduhan palsu dan dikirim ke Teluk Guantanamo, di mana dia disiksa sebagai tersangka Alqaidah. Setelah ia hampir enam tahun dipenjara, Amerika tiba-tiba membebaskannya kembali ke Inggris tanpa penjelasan atau permintaan maaf. Omar Deghayes keluar dengan satu bola mata telah dicongkel dan dibuat buta.  

Pada awal 2011 keluarga itu meninggalkan Saltdean dan pindah ke Brighton. Di sinilah, di tengah-tengah langit-langit rumah yang runtuh dan pipa-pipa pembuangan bocor, orang tua mereka bercerai. Anak-anak lelaki itu menjadi kehilangan arah dan berubah dari anak-anak yang dahulu kerap ditindas menjadi pemimpin kelompok anak-anak nakal.  

photo
Sebuah masjid berada diantara reruntuhan gedung yang hancur akibat serangan udara di kota Idlib, Suriah. (AP Photo/Felipe Dana) - (AP)

"Mereka mulai berkelahi, mengutil, dan membangun citra kriminal yang kuat. Mereka dilarang dari sebagian besar kota dan jaringan busnya. Seorang pekerja sosial menyatakan bahwa anak-anak itu telah ditolak masyarakat.”  

Pada 2012 mereka terlibat perdagangan narkoba, berolahraga di gym, dan sering menonton pertunjukan dari perang saudara di Suriah. Tiga bersaudara Deghayes itu juga kreatif. Mereka menulis skrip film, lagu rap maupun video antirasisme, serta menghasilkan drama yang berkeliling pantai selatan dan Kingston's Rose Theatre. Namun, mereka terperangkap dalam pertempuran tanpa akhir dengan pihak berwenang.  

Mereka tidak menemukan jalan keluar yang bisa mereka andalkan sebagai pekerjaan. Hal itu membuat mereka yakin bahwa kehidupannya di Inggris tidak berarti. Bahkan, anak-anak itu dilarang memasuki supermarket Morrison.  

Pada akhir 2013, Amer Deghayes, saudara laki-laki tertua, memutuskan melakukan perjalanan ke Suriah untuk ikut memperjuangkan pemberontak Islam melawan pemerintah Assad Kemudian, dua adik laki-lakinya, Abdullah Deghayes dan Jaffar Deghayes, menyusul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement