Jumat 19 Jun 2020 03:54 WIB

3 Benteng Saksi Kegigihan Kaum Padri

Perang saudara antara Kaum Padri dan kaum adat itu berlangsung dari 1803 hingga 1833.

Foto: republika
Benteng (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Jejak Kaum Padri di Indonesia tercatat sebagai salah satu bagian penting sejarah negeri ini. Muncul di Sumatra Barat pada abad ke-18, Kaum Padri merupakan sebutan untuk sekumpulan ulama, yang hendak melakukan dakwah purifikasi di kawasan Kerajaan Pagaruyung. 

Konflik pun terjadi di antara sesama saudara. Semula perang ini adalah konflik agama dengan munculnya sekelompok ulama yang berjuluk Kaum Padri. Istilah Padri sendiri konon diambil dari bahasa Portugis yang berarti pendeta.

Perang saudara antara Kaum Padri dan kaum adat itu berlangsung dari 1803 hingga 1833 M. Perang itu menyeret sesama saudara dari Minang dan Mandailing.  Berikut ini sejumlah benteng yang pernah menjadi saksi kegigihan Kaum Padri.

> Benteng Bonjol

Benteng Bonjol dibangun Malin Basa atau Poto Syarif atau Muhamad Syahab, dengan 5.000 pengikutnya atas perintah gurunya, Tuanku Nan Renceh sebagai benteng pertahanan Kaum Padri.  Di Benteng yang difungsikan sebagai pusat rohani dan ekonomi ini Malin Basa menjadi pemimpin, dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.  Sebelum digempur Belanda pada 16 Agustus 1837, benteng yang terletak di sebelah Timur Alahan Panjang, di kaki Bukit Tajadi ini sangat anggun. Namun kini, tinggal puing-puing saja.   

> Benten Rao dan Dalu-Dalu

Dua benteng ini memang tidak seluas dan sekuat benteng Bonjol. Benteng Rao dan Dalu-Dalu dibuat setelah Pasaman dikuasai oleh Kaum Padri, yang difungsikan sebagai benteng konsolidasi, bukan pusat komando seperti Benteng Bonjol.

Benteng Rao dipimpin Tuanku Rao, sedangkan Benteng Dalu-Dalu dikepalai Tuanku Tambusi. Kedua perwira Padri ini berasal dari Tapanuli dan berada di bawah pimpinan Imam Bonjol.

 

> Fort Van der Capellen dan Fort de Kock

Dua benteng ini memang bukan dibangun Kaum Padri. Namun, keduanya menjadi saksi kegigihan pasukan Padri yang dipimpin Imam Bonjol dalam melawan pasukan Hindia Belanda. 

 Pengolah: Nashih Nashrullah, dari berbagai sumber.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement