Senin 08 Jun 2020 17:50 WIB

PM Jepang Prihatin Atas Perkembangan Situasi Hong Kong

PM Jepang Shinzo Abe nyatakan prihatin atas pengesahan UU Keamanan Nasional Hong Kong

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe  nyatakan prihatin atas pengesahan UU Keamanan Nasional Hong Kong. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Eugene Hoshiko
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe nyatakan prihatin atas pengesahan UU Keamanan Nasional Hong Kong. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe mengatakan mengikuti situasi dan perkembangan di Hong Kong dengan keprihatinan mendalam. Hal itu sehubungan disahkannya undang-undang (UU) keamanan nasional untuk Hong Kong oleh Kongres Rakyat Nasional China.

"Hong Kong adalah mitra yang sangat penting dalam hal ikatan ekonomi yang kuat dan hubungan manusia. Penting bahwa sistem asli 'satu negara, dua sistem' ditegakkan dan hal-hal lain berjalan stabil serta demokratis," kata Abe saat bicara di parlemen Jepang pada Senin (8/6).

Baca Juga

Komentar Abe datang setelah kantor berita Kyodo, mengutip para pejabat Inggris, Amerika Serikat, dan negara lainnya melaporkan bahwa Jepang memutuskan tak bergabung dengan mereka dalam melontarkan kritik terhadap China terkait UU keamanan nasional Hong Kong.

Jepang memang absen dalam pernyataan bersama yang dirilis negara-negara terkait. Namun seorang sumber di pemerintahan Jepang yang mengetahui hal tersebut mengungkapkan bahwa negaranya tak ikut berpartisipasi karena pemberitahuan yang agak singkat.

Selain itu, negara-negara terkait disebut fokus pada upaya yang dapat dilakukan anggota G7 daripada para penandatangan. "Jepang mengambil posisi untuk melakukan apa yang harus dilakukan secara independen, dalam hal ini karena, pertama, kendala waktu dan kedua posisi dasar kami bahwa kami menekankan upaya kami di G7," ungkap sumber tersebut.

Kongres Rakyat Nasional China telah mengesahkan UU keamanan nasional untuk Hong Kong pada 28 Mei lalu. UU itu akan memperkuat kontrol Beijing atas wilayah semi-otonom tersebut.

Bagi Hong Kong UU keamanan nasional dipandang sebagai jerat yang mengancam kebebasan. Sebab dengan UU itu parlemen China akan memiliki wewenang menetapkan kerangka hukum, termasuk implementasinya, untuk mencegah dan menghukum tindakan subversi, separatisme, termasuk campur tangan asing di Hong Kong.

Tindakan apa pun yang dianggap sangat membahayakan keamanan nasional akan diurus langsung parlemen China. Dengan demikian, warga Hong Kong tak bisa lagi dengan leluasa melaksanakan demonstrasi berjilid-jilid selama berbulan-bulan seperti pada 2019 lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement