Ahad 07 Jun 2020 14:14 WIB

Kesiapan Sumatra Barat Hadapi Normal Baru

44 hari sudah Sumatra Barat memberlakukan PSBB.

Salah satu sudut bangunan Masjid Raya Sumatra Barat, Kamis (8/2) Masijid yang mempunyai kapasitas 5-6 Ribu jamaah ini menjadi salah satu ikon Sumatra Barat.
Foto: dok Republika
Salah satu sudut bangunan Masjid Raya Sumatra Barat, Kamis (8/2) Masijid yang mempunyai kapasitas 5-6 Ribu jamaah ini menjadi salah satu ikon Sumatra Barat.

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- 44 hari sudah Sumatra Barat memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak 22 April hingga 7 Mei 2020 dalam rangka memutus mata rantai penularan Corona Virus Disease (Covid-19).

Dibagi dalam tiga tahap, PSBB tahap I berlangsung pada 22 April hingga 5 Mei 2020, kemudian Pemprov Sumbar memutuskan untuk memperpanjang pada lewat PSBB tahap II pada 6 Mei hingga 29 Mei 2020 dan tahap tiga 30 Mei hingga 7 Juni 2020.

Sejak kasus pertama diumumkan pada 26 Maret 2020 hingga 6 Juni 2020 tercatat jumlah pasien positif Covid-19 di Sumbar berjumlah 618 orang, sebanyak 27 orang meninggal, 336 orang sembuh dan sisanya masih menjalani perawatan dan isolasi.

Dari 618 orang yang terkonfirmasi positif kasus terbesar terjadi di Padang yang hingga 6 Juni 2020 terdapat 424 warga positif, 195 orang sembuh, 20 orang meninggal dan sisanya menjalani perawatan dan isolasi.

Klaster terbesar penularan terjadi di Pasar Raya Padang sehingga pada akhirnya dilakukan tes swabkepada 1.772 pedagang dan sekitar 300 orang lebih kasus positif ditemukan.

Sejak diberlakukan PSBB berlaku pembatasan beragam aktivitas masyarakat pada berbagai sektor mulai dari ibadah, transportasi, bekerja, pendidikan, hingga pariwisata.

Bahkan di Padang pemerintah kota menutup objek wisata, tempat hiburan, dan sebagian besar instansi pemerintah melaksanakan pola bekerja dari rumah.

Dampak Ekonomi

Akibat pemberlakuan PSBB sektor ekonomi menjadi anjlok karena terbatasnya aktivitas mengacu kepada hasil survei Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Andalas (Unand) Padang yang menemukan sebanyak 52 persen warga Sumatera Barat mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi COVID-19.

"Beberapa pekerjaan yang mengalami penurunan pendapatan cukup drastis yaitu pedagang kecil, pelaku UMKM, pekerja harian lepas, pegawai dengan gaji tidak tetap, supir, ojek dan pekerja rumah tangga," kata Koordinator Tim Tanggap Darurat Covid-19 FISIP Unand Dr Aidinil Zetra.

Menurut dia dari 1.007 responden yang diwawancarai hanya 36 persen yang pendapatannya tetap saat Covid-19 dan ada 12 persen responden yang malah mengalami peningkatan pemasukan.

"Yang paling signifikan mengalami penurunan pendapatan adalah pedagang kecil mencapai 29 persen, UMKMsebanyak 18 persen, pekerja harian lepas 16 persen dan pegawai bertarget 13 persen," kata dia.

Pada responden pengendara ojek daring ditemukan mengalami penurunan pendapatan melebihi 50 persen dan dalam kondisi normal saja penghasilan mereka hanya Rp 1,8 juta atau masih di bawah Upah Minimum Regional.

"Padahal mereka harus terus keluar rumah karena tuntutan pekerjaan, merasa perlu mendapatkan bantuan namun belum menerima," ujarnya.

Demikian juga dengan pekerja harian lepas yang harus tetap bekerja sementara alat pelindung diri kurang memadai.

Ironisnya di saat 52 persen responden mengeluhkan penurunan pendapatan, 70 persen responden mengalami peningkatan pengeluaran antara 10 sampai 25 persen.

Penambahan pengeluaran terjadi karena perubahan cara berbelanja menjadi daring mengakibatkan butuh biaya tambahan.

"Pengeluaran yang paling banyak menguras kantong selama masa pandemi adalah bahan makanan, sembako, sayuran dan lauk," ujar Aidinil.

Selain itu pembelian vitamin, obat dan sanitasi, pulsa dan paket data termasuk yang membuat pengeluaran kian membengkak.

Sementara menurut Kepala Bank Indonesia perwakilan Sumatera Barat Wahyu Purnama setidaknya butuh waktu hingga lima bulan untuk memulihkan ekonomi Sumbar yang terdampak COVID-19.

"Jika pada awalnya diperkirakan ekonomi Sumbar 2020 tumbuh pada angka 4,97 persen dengan adanya pandemi ini turun menjadi kisaran 2,3 hingga 2,7 persen pada tahun ini," kata dia.

Menurut dia angka 2,3 hingga 2,7 persen terealisasi jika wabah ini bisa berakhir Juni dan sudah ada kegiatan ekonomi pada Juli 2020.

Upaya Penanganan

Dalam penanganan Covid-19 setidaknya Sumatera Barat menerapkan empat strategi yaitu melakukan penelusuran riwayat kontak pasien positif untuk kemudian dilakukan tes swab, pengujian sampel tes di Laboratorium Biomedik, Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Universitas Andalas.

Kemudian melakukan isolasi dan karantina di sejumlah fasilitas yang disediakan bagi pasien positif dengan gejala ringan serta melakukan perawatan di dua rumah sakit rujukan bagi pasien positif dengan gejala sedang dan berat.

Sumatera Barat termasuk beruntung dengan adanya fasilitas labor Fakultas Kedokteran Unand sehingga hasil tes swab bisa lebih cepat diketahui hasilnya.

Jika menggunakan laboratorium di Jakarta butuh waktu sepekan hingga 10 hari di laboratorium Unand paling lama tiga hari hasil tes sudah diketahui.

Dalam konsep penanggulangan wabah prinsip pertama yang harus ada adalah menegakkan diagnosa secepat mungkin dengan metode yang akurat.

Karena itu keberadaan LaboratoriumUnand merupakan upaya memutus mata rantai penyebaran Covid -19 di Sumatera Barat.

"Ketika pemeriksaan lebih cepat akan membantu pemerintah dalam memutus rantai penularan, salah satunya adalah dengan cara deteksi dini dengan cepat dan sesegera mungkin serta akurat," kata Kepala Laboratorium Biomedik Diagnostik dan Riset Terpadu Penyakit Infeksi Universitas Andalas Dr Andani Eka Putra.

Oleh sebab itu ketika terjadi lonjakan kasus di Sumatera Barat, Andani malah merasa senang karena mata rantai dapat diputuskan.

"Mungkin ada yang bertanya kenapa saya gembira kalau banyak yang positif, konsepnya begini, misalnya ada 23 orang dinyatakan positif, maka bisa segera dilakukan pemutusan mata rantai dari 23 orang yang merupakan sumber penular infeksi," ujarnya.

Ia memberi contoh 100 kasus yang ditemukan di Sumbar dengan 500 kasus yang ditemukan di Jakarta berbeda karena yang dites di Sumbar adalah orang dalam pemantauan dan orang tanpa gejala, bukan mereka yang sedang dirawat di rumah sakit.

"Artinya lagi surveilans telah berjalan baik di Sumbar, begitu mata rantai terputus maka wabah bisa dicegah tidak meledak sehingga puncaknya tidak terlalu tinggi," ujarnya.

Ia menilai masalah utama Covid-19 bukan pada angka kematian melainkan penyebaran yang amat cepat sehingga perlu deteksi dini yang akurat untuk melakukan pencegahan dan memutus mata rantai penularan.

Normal Baru

Setelah 44 hari melaksanakan PSBB berdasarkan evaluasi yang dilakukan akhirnya Pemerintah Provinsi Sumatra Barat memutuskan pemberlakuan normal baru mulai 8 Juni 2020.

"Normal baru atau tatanan baru merupakan pola kehidupan baru yang produktif sehingga masyarakat bisa menjalankan aktivitas sehari-hari mulai dari bekerja, sekolah, beribadah dengan menggunakan prinsip aman Covid-19," kata Gubernur Sumbar Irwan Prayitno.

Menurut dia kata kunci dalam penerapan normal baru adalah disiplin semua pihak tanpa kecuali untuk mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19.

"Apa saja? pakai masker, saat bertemu orang berjarak secara fisik, cuci tangan, mengurangi pertemuan langsung," ujarnya.

Irwan menyampaikan sampai saat ini belum ada kejelasan dari para pakar dan WHO kapan vaksin COVID-19 akan ditemukan dan setidaknya butuh waktu hingga dua tahun sehingga kehidupan masyarakat tidak mungkin terus menerus berada di rumah.

"Menunggu berhenti Covid-19 tidak mungkin, karena itu masuk ke normal baru adalah suatu keniscayaan," katanya.

Untuk di Sumatra Barat Irwan menyatakan termasuk daerah yang pertama melakukan normal baru karena pemerintah pusat baru sampai pada tahap pelonggaran PSBB.

Ia menjelaskan syarat untuk bisa memasuki normal baru dari WHO ada tiga yaitu peninjauan dari aspek epidemiologi, sistem kesehatan dan kesiapan masyarakat.

Untuk epidemiologi ia memastikan saat ini perkembangan Covid-19 di Sumbar sudah terkendali dan melandai.

"Dari seluruh kabupaten dan kota di Sumbar sudah berkurang, kecuali di Padang dan itu pun hanya di Pasar Raya," kata dia.

Untuk Pasar Raya merupakan transmisi lokal dan di Sumbar sejak pemberlakuan PSBB tidak ada lagi kasus impor yang dibawa dari luar Sumbar.

Terkait dengan sistem kesehatan ia menyampaikan Sumbar memiliki tujuh rumah sakit rujukan , dua rumah sakit khusus Covid-19 dan keberadaan labor untuk melakukan pemeriksaan sampel hingga APD yang lengkap.

Berikutnya soal kesiapan masyarakat ia menyampaikan untuk mendisiplinkan masyarakat melalui aturan dan pihaknya akan mempersiapkan peraturan daerah untuk memandu kehidupan di masa normal baru.

"Di perda itu akan ada sanksi sehingga masyarakat akan lebih disiplin," katanya.

Irwan menambahkan untuk protokol juga sudah disiapkan mulai dari lingkungan pemerintahan, tempat ibadah, pasar, sekolah dan tempat wisata.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement