Sabtu 06 Jun 2020 22:30 WIB

Ada Apa di Balik Kasus Berat Covid-19 pada Anak?

Anak-anak positif Covid-19 di AS mengalami sindrom peradangan multisistem.

Rep: Puti Almas/ Red: Reiny Dwinanda
Lesi ungu sangat mirip dengan cacar air, campak, atau bengkak akibat kedinginan tampak pada pasien Covid-19. Kondisi itu dikaitkan dengan reaksi imun berlebihan terhadap infeksi virus corona tipe baru, Covid-19.
Foto: Newsflash / Consejo Jenderal De Colegios Ofic
Lesi ungu sangat mirip dengan cacar air, campak, atau bengkak akibat kedinginan tampak pada pasien Covid-19. Kondisi itu dikaitkan dengan reaksi imun berlebihan terhadap infeksi virus corona tipe baru, Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebuah studi memberi gambaran lebih jelas mengenai empat kasus pertama anak-anak yang positif Covid-19 dengan sindrom inflamasi (peradangan) di Amerika Serikat (AS). Dilansir Health 24, keempat anak berusia  5, 10, 12 dan 13 itu masuk di Rumah Sakit Mount Sinai di New York dengan apa yang dikenal sebagai badai sitokin yang berlebihan sebagai respons autoimun yang tidak normal.

Dari hasil tes swab hidung untuk Covid-19, keempat anak tersebut dinyatakan negatif. Namun, tes antibodi yang dilakukan sebelumnya mengonfirmasi bahwa mereka terinfeksi virus corona jenis baru.

Baca Juga

Anak-anak yang sebelumnya sehat dirawat di unit perawatan intensif khusus dan diberikan imunoglobulin intravena dan tocilizumab, obat imunosupresif yang sering digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis. Rekan penulis penelitian, Jeniifer Sanders, mengatakan bahwa reaksi parah terhadap Covid-19 yang terjadi pada anak-anak sebenarnya sangat jarang ditemukan.

Meski demikian, ketika infeksi awal anak-anak tersebut muncul gejala sangat ringan, beberapa pekan kemudian mereka bisa berada dalam kondisi sakit kritis karena respons imun yang berlebihan ini. Ini dikenal sebagai sindrom inflamasi multisistem pada anak-anak atau MIS-C.

Kasus-kasus tersebut menggarisbawahi perlunya dokter gawat darurat untuk mewaspadai sindrom di antara anak-anak yang telah terinfeksi virus corona jenis baru. Bahkan, tentunya hal ini jika mereka pada awalnya tampak baik-baik saja.

Temima Waltuch, seorang dokter ahli pengobatan darurat anak, mengatakan bahwa sindrom tersebut tampak menjadi entitas sendiri. Tetapi, pasien menunjukkan gejala mirip penyakit Kawasaki, yang ditandai dengan demam, ruam, dan konjungtivitis, serta sakit perut dan diare.

"Gejala kemudian memburuk dengan cara yang mirip dengan yang terlihat pada sindrom syok toksik. Kewaspadaan dalam menilai gejala-gejala ini akan sangat penting untuk membantu mengidentifikasi pasien-pasien ini di awal perjalanan klinis," jelasnya.

Waltuch mengatakan, penting bagi para orang tua menyadari tanda-tanda dan gejala sakit yang terjadi pada anak dan mencari perawatan medis segera jika kondisi mengkhawatirkan. Meski demikian, mereka juga harus ingat bahwa MIS-C tampaknya jarang terjadi.

Sanders mengatakan, studi kasus ini menawarkan banyak pelajaran bagi dokter di unit gawat darurat. Pertama, rekomendasi batas rendah untuk pengujian laboratorium, termasuk penanda inflamasi dan sitokin perlu diberikan. Selanjutnya, semua anak dipantau dengan hasil laboratorium dan resoin inflamasi yang signifikan.

"Bahkan jika pasien pada awalnya tampak sehat karena mereka dapat dengan cepat mengalami dekompensasi dan memerlukan resusitasi cairan, dukungan pressor untuk kontrol tekanan darah, dan kemungkinan intubasi," kata Sanders.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement