Sabtu 06 Jun 2020 21:55 WIB

Pengamat: Surat Keterangan Bebas Covid-19 Hambat Pariwisata

Biaya surat keterangan itu sama seperti tarif untuk menginap di hotel.

Petugas memeriksa kelengkapan surat keterangan bebas Covid-19 (ilustrasi)
Foto: Antara/Muhammad Bagus Khoirunas
Petugas memeriksa kelengkapan surat keterangan bebas Covid-19 (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG -- Pengamat pariwisata, Sapril Sembiring, mengatakan, surat keterangan bebas Covid-19 untuk bepergian ke Batam dan Karimun menghambat perkembangan sektor pariwisata. Pasalnya, biaya yang dibebankan kepada masyarakat maupun wisatawan untuk mendapat surat keterangan sama seperti tarif untuk menginap di hotel selama satu-dua hari di Tanjungpinang.

"Kecuali pemeriksaan kesehatan melalui rapid test itu diberikan secara gratis kepada warga yang ingin bepergian ke Batam dan Karimun," ujar Sapril, Sabtu (6/6).

Sapril yang juga Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Tanjungpinang dan Bintan mengemukakan, untuk mengurus surat itu pun harus ke rumah sakit, seperti RSUP Kepri dan RSAL di Tanjungpinang. Sementara Covid-19 menjadi momok, yang membuat orang khawatir ke rumah sakit, kecuali dalam kondisi yang benar-benar penting. "Itu gambaran penting yang semestinya dipahami pemerintah daerah. Bagaimana mungkin kunjungan wisatawan dapat meningkat jika kebijakannya tidak searah," ucapnya.

Persoalan lain, menurut Sapril, juga muncul ketika pemeriksaan kesehatan melalui rapid test pun diragukan banyak pihak. Warga khawatir reaktif dari hasil pemeriksaan cepat itu, padahal dalam kondisi baik.

Kekhawatiran itu cukup mendasar lantaran berbagai negara tidak merekomendasikan pemeriksaan Covid-19 melalui rapid test. Informasi itu tersebar luas di media massa dan media sosial.

Di Provinsi Kepri terjadi kasus pasien positif Covid-19, yang sebelumnya diperiksa melalui rapid test hasilnya nonreaktif. "Orang yang berlibur ke daerah lain itu, ingin senang, ingin tenang. Mereka tidak ingin repot," ujar Sapril.

Sapril mendesak pemerintah daerah, khususnya Bintan, Tanjungpinang, Batam, dan Karimun satu suara dalam menggerakkan roda perekonomian melalui sektor pariwisata. "Kebijakan antardaerah seharusnya bersinergi, jangan sampai menimbulkan kebingungan publik."

Pelaku usaha pariwisata, lanjut Sapril, pada prinsipnya bersedia melaksanakan apapun keputusan pemerintah yang berpihak kepada sektor pariwisata dan kesehatan masyarakat. Namun kebijakan antardaerah harus seirama, terutama dalam menerapkan protokol kesehatan untuk sektor pariwisata.

Sampai sekarang, Sapril melihat kebijakan pemda di Kepri, kecuali Bintan, yang mendorong sektor pariwisata, masih dalam bentuk wacana. Protokol kesehatan untuk sektor pariwisata sangat penting dilaksanakan sehingga upaya pencegahan Covid-19 dapat dilakukan ketika kawasan pariwisata berskala lokal maupun internasional dibuka.

"Pemprov Kepri melalui gugus tugasnya harus lebih aktif dalam memfasilitasi persoalan ini agar pemerintah kabupaten dan kota seirama dalam mengambil kebijakan. Sekali lagi saya ingatkan, bahwa permasalahan ini tidak dapat diselesaikan dapat bentuk ucapan, lisan, atau wacana, melainkan kebijakan yang ada regulasinya," kata Saprl menegaskan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement