Sabtu 06 Jun 2020 08:16 WIB

Pahala Bersyukur

Bersyukur adalah salah satu cara mengikat nikmat.

Bersyukur
Foto: republika
Bersyukur

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Dr KH Syamsul Yakin MA

Pahala bersyukur yang paling nyata adalah bertambahnya nikmat. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu.” (QS. Ibrahim/14: 7). Menurut Imam al-Ghazali dalam Minhajul Abidin, Allah SWT tidak hanya akan menambah nikmat, tapi juga akan mengekalkannya.

Nikmat itu sendiri, menurut Imam al-Ghazali, terbagi menjadi dua, yakni nikmat dunia dan nikmat agama. Nikmat dunia juga terbagi dua, yakni nikmat berasas manfaat dan nikmat berasas perlindungan. Contoh nikmat berasas manfaat adalah bentuk fisik yang sempurna dan rasa lezat menikmati makanan, pakaian, pernikahan, dan lainnya. 

Nikmat berasas perlindungan maksudnya Allah SWT menjaga manusia dari berbagai bahaya. Misalnya, bahaya yang mengancam keselamatan fisik, psikis dan akibat penyakit. Termasuk, perlindungan dari gangguan manusia, jin, binatang buas dan berbisa. Inilah spektrum nikmat dunia yang kalau  disyukuri akan bertambah.

Apabila nikmat dunia ini diingkari, maka balasan yang diberikan oleh Allah SWT berupa azab dunia, sebelum akhirat nanti. Allah SWT berfirman, “…Tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah.  Karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. al-Nahl/16:112).

Sedangkan nikmat agama, lanjut Imam al-Ghazali, juga terbagi dua, yakni nikmat pertolongan dan nikmat penjagaan. Contoh nikmat pertolongan adalah Allah SWT memberi taufik (kemampuan untuk mengikuti petunjuk Allah SWT) kepadamu untuk memeluk Islam, mengikuti sunah Nabi SAW, dan berlaku taat.

Terkait hal ini, Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketakwaannya.” (QS. Muhammad/47: 17). Menurut pengarang Tafsir Jalalain, orang-orang yang mau menerima petunjuk ini adalah orang yang beriman kepada Allah SWT.

Dalam ayat lain, bersyukur berarti berjihad untuk meraih ridha Allah SWT. Misalnya, dalam surat al-Ankabut/29 ayat 69, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”.

Selanjutnya, yang dimaksud dengan nikmat penjagaan adalah Allah SWT menjaga manusia dari kekufuran dan kemusyrikan. Setelah itu Allah SWT juga menjaga agar manusia tidak mengada-ada dalam beribadah (inovasi/bid’ah). Nikmat inilah akhirnya yang membuat kita terjaga dari kesesatan dan kemaksiatan  yang kalau disyukuri akan bertambah.

Maka pantas saja kalau Allah SWT bertanya secara retoris kepada manusia, “Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Nisaa/4: 114). Bukti Allah Maha Mensyukuri, kata pengarang Tafsir Jalalain, adalah Allah SWT memberi pahala kepada mereka yang bersyukur.

Menurut Nabi SAW, bersyukur adalah salah satu cara mengikat nikmat. Alasannya, karena nikmat itu liar. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya nikmat itu liar, seperti liarnya binatang buas, maka ikatlah nikmat itu dengan bersyukur.” (HR. Bukhari). Jadi syukur adalah rasionalisasi antara keinginan dan kebutuhan.

Namun sedikit sekali orang yang berhasil mengikat nikmat dengan cara bersyukur. Allah SWT menegaskan, “Sangat sedikit sekali di antara hamba-Ku yang mau bersyukur.” (QS. Saba’/34: 13). Kita mohon kepada Allah SWT agar kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sedikit itu sehingga kita beroleh pahala bersyukur. Aamiin

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement