Sabtu 06 Jun 2020 00:55 WIB

New Normal Pendidikan di Papua Barat Butuh Banyak Guru

Jika aktivitas pendidikan dibuka kembali harus menerapkan sistem sift bagi siswa.

Para pelajar memperhatikan alat peraga menggambarkan proses merokok yang merusak paru-paru yang diperagakan oleh gurunya.
Para pelajar memperhatikan alat peraga menggambarkan proses merokok yang merusak paru-paru yang diperagakan oleh gurunya.

REPUBLIKA.CO.ID, MANOKWARI -- Penerapan tatanan normal baru pada bidang pendidikan di wilayah Provinsi Papua Barat membutuhkan lebih banyak guru. "Kita belum menerima surat edaran terkait penerapan new normal dari Kementerian Pendidikan, tapi secara pribadi saya sudah memiliki konsep tentang bagaimana aktivitas pendidikan kembali dibuka dengan menerapkan protokol kesehatan," ucap Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat, Barnabas Dowansiba di Manokwari, Jumat (5/6).

Ia menjelaskan, jika aktivitas pendidikan dibuka kembali harus menerapkan sistem sift bagi siswa untuk masuk sekolah. Itu dilakukan agar mudah dalam mengatur jarak duduk siswa di dalam kelas.

Baca Juga

"Kita sift, misalnya dalam satu hari cukup satu kelas yang masuk. Besoknya yang lain lagi masuk sehingga ruang kelas tidak penuh dan pengaturan jarak duduk yang aman bisa diterapkan," kata Dowansiba.

Ia mengungkapkan bahwa cara ini mengisyaratkan jumlah tenaga pengajar yang lebih banyak. Padahal jumlah guru di provinsi masih terbatas. "Kalau kita laksanakan ini maka jam kerja guru akan lebih banyak. Pertanyaanya, kira-kira mereka mampu atau tidak. Ini harus menjadi pertimbangan karena kita juga harus mempertimbangkan kesehatan guru," katanya lagi.

Jika aktivitas pendidikan harus dibuka, menurutnya hanya cara ini yang dapat diterapkan agar siswa dapat menerapkan protokol kesehatan selama di sekolah. Untuk kegiatan belajar dari rumah menggunakan sistem dalam jaringan (daring/online) pihaknya pun masih menemui kendala.

"Untuk belajar online berarti siswa minimal harus punya handphone dan bisa membeli paket data. Sedangkan masih banyak warga kita yang kurang mampu, tidak semua punya handphone dan belum tentu bisa membeli paket data untuk anaknya," katanya lagi.

Ia mengutarakan bahwa Papua Barat masih dilematis untuk membuka tahun ajaran baru yang akan dimulai pada 13 Juli 2020. "Situasi saat ini memang sulit, terutama daerah-daerah yang masuk dalam zona merah Covid-19 seperti Manokwari, Kota Sorong, Raja Ampat, Sorong Selatan, Teluk Wondama, Fakfak, Manokwari Selatan dan Kaimana," sebut Dowansiba seraya menyebutkan bahwa Papua Barat masih menunggu petunjuk dari pusat.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement