Jumat 05 Jun 2020 18:30 WIB

Apindo: Pelonggaran PSBB Berdampak Positif Bagi Dunia Usaha

Pandemi Covid-19 berdampak terhadap semua sektor industri

Rep: iit septyaningsih/ Red: Hiru Muhammad
Pekerja merakit mobil New GLC Mercedes-Benz di pabrik Mercedes-Benz Indonesia di Wanaherang, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/12/2019).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Pekerja merakit mobil New GLC Mercedes-Benz di pabrik Mercedes-Benz Indonesia di Wanaherang, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) optimistis pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akan berdampak cukup bagus terhadap kinerja industri di Tanah Air. Sepanjang protokol kesehatan diterapkan secara baik. 

Seperti diketahui, pemerintah menerapkan PSBB di sejumlah daerah. Hal itu demi memutus rantai penyebaran wabah Covid-19.

Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani menjelaskan, selama PSBB, Pemerintah Daerah membolehkan 11 industri usaha seperti makanan dan minuman, komunikasi, serta pelayanan dasar, tetap beroperasi. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pun memberikan Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI) bagi perusahaan yang ingin beroperasi di masa PSBB.

"Dilihat dari yang tetap berjalan selama PSBB, kasus (penyebaran Covid-19) yang muncul di industri relatif sedikit. Sempat ada di Jawa Timur terjadi kasus, itu pun cepat ditangani," ujarnya dalam Webinar yang digelar Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) pada Jumat, (5/6).

Maka, kata dia, keadaannya dapat dikontrol. "Intinya kalau kita lakukan protokol kesehatan dengan baik, masalah kesehatan dan keselamatan bisa ditangani, sehingga saya optimistis kalau PSBB dilonggarkan, bisa cukup bagus," jelas Hariyadi. 

Ia menyatakan, pandemi Covid-19 berdampak terhadap semua sektor industri. Bahkan industri otomotif anjlok hingga 60 persen, kemudian sebagian besar pabriknya ditutup. "Sektor elektronik juga terdampak. Apalagi sektor perhotelan dan pariwisata yang terdampak paling parah. Potensi devisa yang hilang Januari sampai April 2020 sebesar 4 miliar dolar AS dan lebih dari 2000 hotel juga 8000 restoran tutup," jelas Hariyadi. 

Sektor ritel pun turun semakin dalam sejak Maret 2020. "Ritel kita belum pernah alami pertumbuhan negatif begitu," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement