Sabtu 06 Jun 2020 04:11 WIB

Australia Rombak Undang-undang Investasi Asing

Australia mengumumkan perombakan terbesar undang-undang investasi

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Dolar Australia (ilustrasi). Australia mengumumkan perombakan terbesar undang-undang investasi.
Foto: IST
Dolar Australia (ilustrasi). Australia mengumumkan perombakan terbesar undang-undang investasi.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Australia mengumumkan perombakan terbesar undang-undang investasi asing dalam setengah abad terakhir. Salah satu perombakan yang dilakukan akan memberikan wewenang bagi pemerintah untuk memaksa sebuah perusahaan untuk menjual aset mereka bila mengancam keamanan nasional.

Menteri Keuangan Australia Josh Frydenberg menyinggung tentang keseimbangan antara perekonomian dan keamanan nasional. Ia mengatakan semua investor asing akan menghadapi pemeriksaan yang lebih ketat saat menawar aset-aset sensitif. Ini terlepas dari ukuran kesepakatan atau apakah pembelinya swasta atau negara.

Baca Juga

"Teknologi telah berkembang dan iklim geopolitik telah menjadi lebih kompleks, pada faktanya pemerintah di seluruh dunia memandang investasi asing digunakan untuk kepentingan strategis bukan komersial semata," kata Frydenberg, Jumat (5/6).

Salah satu perubahan yang paling besar yakni Kementerian Keuangan akan memiliki wewenang untuk memvariasikan atau memberlakukan kondisi pada sebuah kesepakatan tertentu atau memaksa divestasi setelah kesepakatan tersebut disetujui Dewan Peninjauan dan Investasi Asing (FIRB). Dokumen Kementerian Keuangan Australia mengatakan wewenang tersebut tidak retrospektif.

Perdana Menteri Australia Scott Morisson mengatakan peraturan juga semakin ditegakkan. Pemerintah menambah 50 juta dolar untuk menegakan peraturan investasi asing. Juru bicara Kementerian Keuangan mengatakan sumber ekonomi lainnya akan dialirkan ke Organisasi Keamanan Intelijen Australia (ASIO), Kantor Pajak, Departemen Dalam Negeri, dan Keuangan. 

Frydenberg tidak menjelaskan sektor bisnis apa yang dianggap ancaman keamanan nasional dan menjadi subjek penyelidikan FIRB. Tapi ia memberikan beberapa industri yang bersimpangan dengan kepentingan negara.

Seperti perusahaan-perusahaan telekomunikasi, energi, sumber daya listrik. Serta rantai pasokan pertahanan, dan bisnis yang mengumpulkan, menyimpan, dan memiliki data yang penting bagi keamanan dan pertahanan nasional Australia.

Pengacara dari firma hukum Arnold Bloch Leibler, Scott Phillips, mengatakan sangat perlu untuk berhati-hati dalam mengategorisasikan industri yang masuk dalam penyelidikan. Terutama ketika perekonomian Australia sedang tertekan karena dampak ekonomi pandemi virus corona.

"Walaupun masuk akal untuk menghadapi ini, tapi ini perubahan yang membawa risiko yang sangat besar untuk menghambat investasi nasional saat Australia menghadapi resesi pertama setelah 29 tahun," kata Philips.

Berdasarkan undang-undang yang saat ini berlaku, investasi swasta di bawah 275 juta dolar Australia tidak akan diperiksa oleh FIRB. Sementara investasi gabungan (threshold) perusahaan-perusahaan sebuah negara seperti China yang sebesar 1,2 miliar dolar menjalani perjanjian perdagangan bebas hambatan. 

Pemerintah berencana merilis rancangan proposal perubahan undang-undang investasi asing ini bulan depan. Perubahan undang-undang akan dibahas di legislatif dan mulai diimplementasikan pada 1 Januari 2020.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement