Jumat 05 Jun 2020 08:35 WIB

Tantangan Berat Para Amil Zakat dan Solusinya Era Pandemi

Keluarga amil zakat menghadapi tantangan berat era pandemi Covid-19

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
Keluarga amil zakat menghadapi tantangan berat era pandemi Covid-19 Ilustrasi amil zakat. Ilustrasi kiprah amil zakat IZI .
Keluarga amil zakat menghadapi tantangan berat era pandemi Covid-19 Ilustrasi amil zakat. Ilustrasi kiprah amil zakat IZI .

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di masa pandemi virus corona jenis baru (Covid-19), kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diterapkan kadang kala berpengaruh pada konflik keluarga. Terlalu lama di rumah nyatanya kerap membuat keretakan relasi antarsatu sama lain. Para amil pun mengalami hal serupa namun mengemukakan bagaimana mengelola konflik tersebut dengan baik.  

Direktur Pendayagunaan Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Nana Sudiana, mengatakan pandemi Covid-19 ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan dan ekonomi saja. Bahkan sejumlah keluarga pun ikut terdampak pandemi ini. Mulai dari soal munculnya ketegangan antara anggota keluarga, konflik antara suami dengan istri, bahkan hingga konflik yang berujung perceraian.   

Baca Juga

"Para amil tentu saja bukan manusia yang sempurna. Pasti ada cacat dan kekurangan, termasuk dalam mengelola keluarga mereka ketika pandemi melanda. Namun yang mereka lakukan adalah mengelola ini semua menjadi sebuah hal yang lebih baik," kata Nana saat dihubungi Republika.co.id, belum lama ini.   

Bagi amil zakat, dia melanjutkan, keluarga adalah hal yang sangat penting. Keluarga bagi mereka, ibarat oase di mata musafir yang sedang ada ditengah gurun. Tempat yang diimpikan, dinikmati betul ketika ada di dalamnya, dan selalu dirindukan. Keluarga juga selama ini yang mendorong para amil bekerja siang malam menunaikan amanahnya di lembaga masing-masing tanpa kenal lelah.  

Dinamika 24 jam kebersamaan dengan keluarga awalnya mungkin adalah kebahagiaan. Namun kondisi yang harus dijalani dengan rentan waktu yang lama ini, lanjutnya, ternyata tidaklah mudah. 

Dalam kondisi serba tak pasti ini, keluarga para amil terpaksa terus menjalani masa karantina. Waktu yang dihabiskan pada dasarnya cukup lama. Dalam kondisi tertentu, situasi serba tak pasti ini bisa berujung munculnya rasa was-was, kekhawatiran atau ketakutan bagi pasangan keluarga amil, dan keluarganya.  

Dia melanjutkan, para amil yang selama ini lebih sering meninggalkan keluarga untuk urusan tugas dan aktivitas amil dari lembaga-nya masing-masing, berharap akan bisa menemani keluarganya ketika bekerja dari rumah. 

Namun faktanya, dia membeberkan, tak semua amil dan anggota keluarga mereka siap untuk menjalani hal ini. 

Ternyata ada sebagian keluarga amil yang memiliki kendala dalam menjalani masa karantina ini.

“Harapan awal bahwa situasi ini akan berkontribusi pada meningkatnya suasana yang bisa mempererat kebersamaan sebuah keluarga, tak seindah aslinya," kata dia.  

Menurutnya di tengah kebersamaan yang terjadi, tak jarang muncul situasi yang malah berujung pada situasi yang tidak nyaman. Situasi di mana anggota keluarga yang ada malah secara sengaja atau tidak sengaja justru memperuncing perbedaan dan meningkatkan konflik. 

Menghabiskan waktu bersama keluarga, bila tak tepat pengelolaannya, justru bisa menimbulkan emosi, ketegangan, perseteruan, hingga kekerasan dalam rumah tangga. Belum lagi, tingkat stres cenderung meningkat saat menjalani karantina.   

Dia mengutip pandangan sejumlah ahli psikologi yang mengatakan bahwa situasi stres secara perlahan bisa membuat manusia jatuh dalam kondisi behavioral disengagement. 

Situasi ini sendiri merupakan kondisi saat seseorang kurang berusaha dalam menghadapi stressor. Tak sedikit juga orang yang menyerah, memilih lebih banyak melamun, berkhayal, tidur, atau terpaku menonton televisi untuk melarikan diri dari masalah.  

"Dari sejumlah catatan media saja, angka perceraian di China dilaporkan meningkat seiring dengan bertambahnya pandemi kan?. Di negara-negara lain juga begitu," ungkapnya.   

Dalam prediksi para ahli di sana, kata dia, angka perceraian ini kemungkinan akan meningkat secara signifikan dalam beberapa bulan mendatang seiring masih terjadinya pandemi Covid-19 yang belum tuntas terselesaikan. 

Berdasarkan catatan World Health Organisation (WHO), banyak negara melaporkan terjadi peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di masa pandemi.  

Antara lain Inggris, Prancis, Spanyol, dan Jepang. Di Spanyol, KDRT pada April 2020 meningkat sebanyak 60 persen jika dibandingkan April 2019. 

Dibandingkan dengan Maret 2020, kasus KDRT juga naik sebesar 38 persen. Di Inggris, panggilan pada saluran laporan KDRT meningkat sebanyak 49 persen pada awal April 2020 jika dibandingkan dengan April 2019.  

Untuk itu dia mengajak para ayah amil atau ibu amil agar sekuat tenaga bekerja lebih keras untuk menyatukan anggota keluarga dalam kebersamaan yang harmonis. "Jangan biarkan dampak buruk Covid-19 ini bertambah dan menjadi jauh lebih buruk lagi bagi keluarga kita," ungkapnya.  

Dengan beragam cara, dia menyerukan agar para amil tetap menanamkan spirit kebersamaan bagi anggota keluarga untuk bisa saling mengerti satu sama lainnya.  

Sikap saling menjaga dan saling menyadari kekurangan atau kelemahan masing-masing  dalam menjalani situasi yang tak mudah ini pun menjadi penting. Situasi sulit yang entah kapan akan berakhir.  

"Bagi suami istri amil, walau ada ditengah situasi pandemi, ada baiknya tetap menyediakan waktu luang untuk 'me time'. 'Me time' ini sangat bermanfaat untuk membangun keharmonisan keluarga," ujarnya.   

Para amil juga disarankan bisa saja secara rutin mengajak anggota keluarganya untuk mengalihkan kebosanan, emosi, maupun kejenuhan akibat karantina dengan melakukan berbagai kegiatan yang menyenangkan. Seperti melukis, menulis, masak-memasak, berkebun atau kegiatan lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement