Jumat 05 Jun 2020 05:55 WIB

Sarah Joseph, Dulu Anti-Islam Kini Jadi Tokoh Berpengaruh

Sarah Joseph masuk 100 Muslim berpengaruh Inggris pada 2006 lalu.

Sarah Joseph masuk 100 Muslim berpengaruh Inggris pada 2006 lalu. Ilustrasi Sarah Joseph
Foto: emel
Sarah Joseph masuk 100 Muslim berpengaruh Inggris pada 2006 lalu. Ilustrasi Sarah Joseph

REPUBLIKA.CO.ID, Bagi pemilik nama lengkap Sarah Joseph ini, Islam begitu asing. Saat itu, tidak ada hal yang indah sama sekali tentang Islam di mata Sarah. Ia hanya memiliki pandangan negatif tentang agama yang diturunkan kepada Muhammad SAW ini.

Yang terlintas di benak perempuan kelahiran 1971 itu Islam adalah agama terorisme. Gambaran Muslim yang ia tangkap adalah mereka sangat mudah menceraikan istrinya hanya dengan menyebutkan kata cerai sebanyak tiga kali. 

Baca Juga

Sarah yang kini aktif sebagai dosen sekaligus pemilik Majalah Emel ini pernah begitu kesal saat mengetahui saudara laki-lakinya menikah dengan gadis Muslim. Saudaranya itu telah berislam lebih dahulu. 

Sarah begitu marah karena perpindahan agama saudaranya. Bagi Sarah, saudaranya telah menjual agama hanya untuk sebuah pernikahan. Maklum, penolakannya itu berangkat dari fakta bahwa Sarah sejak kecil dikenal sebagai sosok religius. Ia penganut Katolik Roma mengikuti ayah dan ibunya.

Sarah tumbuh sebagai remaja yang sangat serius dan begitu sensitif menyikapi isu-isu sosial, politik, dan agama. Untuk itu, ia tidak dapat menyembunyikan kemarahan saat mengetahui perpindahan agama saudaranya.

Namun, tak ada yang bisa menduga kekuatan hidayah yang diberikan oleh Allah SWT. Kebenciannya terhadap Islam itulah yang justru mengantarkannya mengenal lebih dekat risalah samawi tersebut.

Ia mencoba bertanya ke keluarga dan teman-teman terdekat. Namun, tidak ada yang mengetahui dan mampu memberi jawaban yang memuaskaan Sarah. Sarah merasa heran mengapa tidak ada orang-orang yang mengenal Islam. Akhirnya ia mulai membaca buku-buku terkait Islam untuk menjawab kegamangannya.

Dalam proses pembelajarannya tentang Islam, Sarah memutuskan meninggalkan agama yang ia anut dari lahir. Namun, ia tidak benar-benar keluar dari Katolik.

Keluar dari agama yang menjadi landasan keluarga besarnya bukan pilihan gampang ketika itu. Karena itulah, ia memutuskan tak langsung memeluk Islam dan juga tidak menjalankan lagi ajaran agamanya.

Dalam beberapa waktu, Sarah hidup tanpa agama. Ia hanya mencoba menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Namun, proses pembelajaran tentang Islam terus ia lakukan.

Dalam proses pencariannya itulah Sarah menemukan konsep ketuhanan yang berbeda dari agamanya dahulu. Ia mengagumi konsep monoteisme dalam Islam dan keberadaan kitab suci Alquran yang tidak pernah berubah isinya sejak pertama diturunkan ke bumi.

Hal terakhir yang membuat Sarah menerima Islam adalah saat melihat seorang Muslim mengunjungi masjid. Ia menyaksikan sendiri kepasrahan Muslim saat bersujud kepada Tuhan.

Sarah benar-benar sadar, bentuk kepasrahan semacam itulah yang ia harapkan dari agama selama ini. Akhirnya ia memutuskan memeluk Islam pada 1988 atau saat berusia 16 tahun.

Ayah dan ibu Sarah sulit menerima keputusan anaknya yang memilih berpindah agama. Orang tua Sarah memang membebaskan anaknya menjadi apa pun. Namun, keputusan Sarah memeluk Islam dinilai sebagai sebuah langkah kemunduran. Hal ini karena mereka menganggap Islam agama yang penuh kekerasan dan menempatkan perempuan sebagai golongan yang tertindas.

Penolakan kedua orang tua Sarah makin memuncak karena anaknya tersebut langsung mengenakan jilbab sesaat setelah memeluk Islam. "Jika saya tidak langsung mengenakan jilbab maka akan lebih mudah bagi ayah dan ibu," katanya.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi Sarah untuk meyakinkan orang tuanya bahwa ia menganut agama yang benar. Sekarang orang tuanya begitu senang. Ayah dan ibu Sarah bangga dengan cara Sarah menjalani hidup. Meskipun, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda akan mengikuti jejak Sarah berikrar syahadat.

Sarah kecil hidup serbaberkecukupan. Ayahnya bekerja sebagai seorang akuntan, sementara ibunya sebagai agen model. Hal ini membuat Sarah begitu terbiasa dengan hiruk pikuk dunia modeling

Setelah berislam, Sarah meluncurkan sebuah majalah gaya hidup Muslim bernama Emel Magazine. Segmentasi majalah ini menyasar kawula muda dari berbagai kalangan, tak terkecuali non-Muslim. Ia mendanai majalah ini dari uang sakunya sendiri.

Sekarang, Emel Magazine telah menjadi majalah populer berdampingan dengan majalah terkenal lainnya di toko buku. Nama majalah Emel berasal dari dua huruf M dan L sebagai singkatan dari Muslim Life.

Rubrik-rubriknya bertemakan gaya hidup Islami meliputi desain interior, keuangan, kewirausahaan, kesehatan, makanan, dan perjalanan cerita. Kemudian, ada juga berita tentang perkebunan dan ficer penemuan ilmuwan Muslim pada masa lalu.

Semuanya dikemas populer dengan menunjukkan sisi Islam yang telah dilupakan di tengah-tengah terpaan isu Islamofobia dan terorisme. Melalui Emel, Sarah berusaha menyajikan Islam yang benar secara proporsional. Dengan demikian, Emel memiliki kontribusi membangun opini publik Barat. Dengan sentuhan desain dan tata letak yang menarik, pesan Islam akan ditampilkan di setiap artikel agar dapat dipahami secara luas tanpa dogma agama atau bumbu politik.

"Jadi, saya kira, Muslim Inggris dan Barat umumnya harus menemukan jawaban atas apa yang terjadi hari ini. Harus menjadi jembatan antara dua dunia. Orang-orang yang lahir dan dibesarkan di masyarakat Inggris memiliki tanggung jawab untuk menjelaskan Islam ke Barat," kata Sarah yang menikah dengan Mahmud al-Rashid, seorang pria Inggris asal Bangladesh.

Atas dedikasinya membangun dialog antara Islam dan peradaban Barat serta mempromosikan hak-hak perempuan melalui medianya itu, Sarah diganjar penghargaan OBE pada 2004. Pada 2010, ia tercatat sebagai salah satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia oleh Georgetown University the Prince al-Waleed bin Talaal Pusat Pemahaman Muslim-Kristen dan Royal Islamic Strategic Studies Centre Yordania. Pada 2006 ia menjadi salah satu dari 100 Muslim paling kuat di Inggris dalam Power Muslim 100 oleh Carter Anderson.

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement